menitindonesia, JAKARTA – Setiap memasuki tahun politik atau menjelang Pilpres, nama Tomy Winata atau TW, sering diucap oleh tim sukses atau para kandidat. Bahkan, ada tanpa tedeng aling-aling lancang mengklaim “sudah direstui oleh TW”.
Meskipun Tomy bukan anggota partai dan bukan politikus, pengaruhnya semakin meluas. Ia sering disebut-sebut sebagai pemimpin “Naga 9”, kumpulan pengusaha yang sukses membangun kerajaan bisnisnya di negeri ini.
Pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat pada 23 Juli 1958, itu bahkan tak tertarik menjadi anggota parpol. Juga tak pernah bercita-cita menjadi penguasa. Namun, hampir menjadi rahasia umum. Untuk maju dalam kontestasi politik, banyak politikus harus sowan dulu ke TW sebelum bertarung.
Padahal TW lahir bukan dari keluarga berpengaruh atau kaya. Ia hanyalah seorang yatim-piatu yang sukses mengembangkan bisnisnya dari bawah ke atas. Usahanya dimulai dari nol.
Saat ini, Tomy Winata memiliki lima orang anak. Dua putra, yakni Panji Winata dan Andi Winata. Di masa kecilnya, TW sudah berjuang sendiri menjalani hidupnya. Untuk menghidupi dirinya, TW bekerja di sejumlah daerah, di Kalimantan, di Sulawesi dan di Papua.
Banyak pekerjaan yang sudah ditekuninya. Ia pernah menjadi kontraktor kecil-kecilan. Proyeknya membangun kantor koramil milik TNI AD di Singkawang, Kalbar. Ia mulai menjadi kontraktor yang mengerjakan proyek dan fasilitas di TNI AD. Dari situ TW mulai menjalin hubungan yang baik dengan perwira TNI AD. Hubungan bisnis TW dengan pihak militer pun terbangun dan terus berjalan.
Jadi Pengusaha Top
Sukses jadi kontraktor, bisnis TW kian hari kian melesat. Ia pun mendirikan Grup Artha Graha, dan memulai membangun jaringan bisnisnya ke berbagai cakupan, mulai dari telekomunikasi, properti, perbankan, perhotelan hingga infrastruktur.
Grup Artha Graha terus berkembang dan melesat semakin ke depan. Melalui Artha Graha Network, TW juga melakukan diversifikasi usaha ke bidang lain seperti IT, media, hiburan, ritel dan lainnya.
Setelah berhasil membangun usahanya yang terus mendatangkan laba, TW juga mendirikan sebuah yayasan nasional di bidang kemanusiaan dan lingkungan yang diberinya nama Artha Graha Peduli.
TW tak hanya dikenal sebagai pengusaha yang ulet. Ia juga memiliki sisi humanis dan peduli terhadap orang lain yang sedang mengalami kesusahan. Melalui Artha Graha Peduli dan yayasan nasionalnya, banyak orang secara diam-diam dibantu oleh TW agar lepas dari kesulitan hidup.
Dan, bisnis TW pun makin sulit dibendung. Pada tahun 1989, TW membangun sebuah kawasan bisnis di bawah PT Danayasa Arthatama. Ia ikut serta membangun sebuah proyek raksasa, yaitu kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) di atas lahan seluas 45 hektar di Jantung Kota Jakarta.
Tak cukup sampai di situ. Tahun 2003, TW mengambil alih Bank Inter-Pacific melalui pasar modal. Kini, namanya diubah menjadi Bank Artha Graha Internasional. Selain Bank, TW juga berhasil membeli Hotel Borobudur dibawah naungan PT Jakarta International Hotel dan Development Tbk (JIHD).
TW Jadi ‘Karomah’ Politik
Nama TW pun makin dikenal beriring dengan bisnisnya yang moncer dan terus merambah di berbagai sektor. TW juga membangun properti seperti Bukit Golf Mediterania, Kelapa Gading Square, The City Resorts, Mangga Dua Square, Pacicifc Place, Discovery Mall Bali, Borobudur Hotel, The Capital Residence, Apartemen Kusuma Candra, Ancol Mansion, The Mansion at Kemang, Mall Artha Gading dan Senayan Golf Residence.
Bisnis TW hampir tiap hari berkembang. Pemilik nama Tionghoa Oe Suat Hong ini, juga mengembangkan bisnis dalam penelitian padi di Kementerian Pertanian melalui anak perusahaan dari Grup Artha Graha, PT Sumber Alam Sutera.
Harta Kekayaan Tomy Winata saat ini mencapai Rp15 triliun dan dia dikenal sebagai pemimpin jaringan oligarki ‘Naga 9’. Nama TW bahkan semakin populer. Tak hanya dikenal sebagai pengusaha sukses, tetapi juga dikenal sebagai dermawan. TW juga sering membantu politisi yang ingin mencapai cita-citanya.
Sehingga, tak heran nama TW sering dijadikan penguat oleh politisi yang bertarung di setiap kontetasi politik. Mulai dari Pilkada, Pileg hingga Pilpres. Seolah-olah dengan menyebut restu TW, sudah jadi ‘karomah’ atau jaminan ketersediaan logistik kampanye. (AE)