Menutup Gap Kawasan CPI

Penulis
Oleh Andi Januar Jaury Dharwis
(Ketua Komisi C DPRD Provinsi Sulawesi Selatan)

menitindonesia – KEBERADAAN kawasan CPI di beranda laut Losari sudah menjadi icon tersendiri bagi tumbuh kembangnya ekonomi, kohesi sosial, dan keagamaan di Kota Makassar. Kawasan hasil reklamasi seluas kurang lebih 150 hektar di atas ‘Tana Tumbu’ mestinya menjadi model pengelolaan sinergis mutualistik antara swasta, Pemprov Sulsel, dan Pemkot Makassar.
Penulis mencatat, dari total luas reklamasi ini, sebanyak kurang lebih 50 hektar dikembalikan ke Pemprov Sulsel untuk dipergunakan bagi kepentingan umum, kawasan strategis, dan sebagai bernilai pada neraca daerah. Sejatinya itulah benefit bernilai tinggi yang diterima rakyat Sulawesi Selatan.
BACA JUGA:
Lihat Visi Misi Wali Kota Ingin Wujudkan Makassar Kota Inklusif, Sekolah Berusia 2 Abad Ini Ajak Pemkot Kolaborasi
Di sisi timur, Pantai Losari yang sedari dulu terkenal karena view sunsetnya lambat laun mulai redup. Kala matahari mulai tenggelam, sudah mulai terhalang oleh tower-tower di CPI. Termasuk keberadaan kapal kapal pinisi yang menjadikan Pantai Losari sebagai akses embarkasi dan debarkasi wisatawan.
Kekhasan Losari menjadi pudar padahal sebelumnya disebut satu dari delapan kota di dunia dengan sunset sempurna. Termasuk jika kemudian semakin banyak pinisi yang ngetem di situ akan berdampak pula pada pemandangan ke sunset.
Harapan kita dengan realitas tersebut tentu tidak serta merta roda ekonomi atau benefit ke peroleh pendapatan daerah berkurang sebab Sulsel atau Makassar adalah hub utama apalagi sejak dirintisnya IKN di Kalimantan.
BACA JUGA:
Pj Gubernur Sulsel Galakkan Program Ketahanan Pangan Sekaligus Cegah Kemiskinan Ekstrem dan Tebar 2,7 Juta Benih Ikan di Bone
Penulis ingin memberi garis tebal pada Kawasan CPI yang di sisi lain menciptkan gap tajam. Antara area yang dikelola Pemprov dan dikelola swasta. Pengunjung pada Landmark Ciputra Tbk dan landmark besutan Pemprov yakni lego-lego dan mesjid 99 kubah yang jauh berbeda. Harapan kita harusnya layanan publik tersedia merata baik di Lego-Lego, Ciputra maupun Pantai Losari. Tidak ada gap utility yang tajam. Tanpa itu, harapan awal bahwa CPI sebagai barometer tumbunya kawasan Mamminasata tidak akan tercapai.
BACA JUGA:
Ngobrol Santai di Tepi Sungai, Pj Gubernur Bahtiar Sampaikan Potensi Bone sebagai Sentra Budidaya Sukun di Indonesia
Mesti ada kebijakan berupa rekayasa agar dampak ekonomi utamanya di segmen wisata pada kawasan CPI harmoni pada ketika titik itu. Perlu kiranya jalur atau spot lalu lintas pinisi dipindahkan ke Anjungan Lego-Lego agar view sunset Pantai Losari tetap utuh.
Dengan berpindahnya dermaga phinisi ke anjungan lego-lego atau di sekitarnya juga akan menghidupkan pelaku usaha di Kawasan Lego-Lego juga, dan mendekatkan aktivitas ibadah ke Masjid 99 Kubah. Memang akan memunculkan sebuah pertanyaan atas penetapan kawasan khas di sekitar mesjid 99 kubah sebagai kawasan religi yang disebut diperkuat oleh peraturan kepala daerah. Pada dimensi ini, seharusnya semua pihak tidak perlu ragu sebab aktivis di sekitar Kawasan Lego-Lego dan Masjid 99 Kubah tidak akan menurunkan kualitas ibadah. Saat adzan berkukmandang maka tidak ada aktivitas yang dapat mengganggu proses ibadah di sana.
Akhirnya, Pantai Losari kembali menjadi fungsinya sebagai kawasan untuk memandang laut lepas dan kawasan Lego-Lego kian dipadati pengunjung yang ingin mengakses kapal pinisi. Akan tercipta peningkatan volume belanja pengunjung di Kawasan Lego-lego dan sekitarnya. Kita juga berharap peruntukan taman di sisi utara CPI segera terwujud yang kelak akan berfungsi sebagai ruang publik baru untuk relaksasi, olah raga, dan view perairan Spermonde dimana tidak ada lagi bangunan atau utiliti lain yang mengambil hak publik. Semoga.(*)