DPR Usul Legalkan Kasino di Jakarta: Meniru Arab, Mengingat Ali Sadikin

Anggota DPR Galih Kartasasmita dorong pembukaan kasino legal di Indonesia.
  • Anggota DPR Galih Kartasasmita usulkan legalisasi kasino di Jakarta. Mencontoh negara Arab, ia menilai ini bisa jadi sumber penerimaan negara yang besar. Jejak kasino era Ali Sadikin kembali jadi sorotan.
menitindonesia, JAKARTA — Wacana lama yang pernah menggemparkan ibu kota kini kembali dihidupkan. Dalam rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan membuka kasino legal di Jakarta.
Usulan itu disampaikan serius, lengkap dengan pembanding: negara-negara Arab yang mulai membuka diri pada bisnis kasino sebagai sumber pendapatan negara non-pajak (PNBP).
BACA JUGA:
Diskon Tarif Tol Mulai Juni 2025, Pemerintah Siapkan untuk 110 Juta Pengendara
“Mohon maaf nih, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin udah mau jalanin kasino. Coba lihat negara Arab, kementeriannya berpikir out of the box,” ujar Galih, Kamis (8/5/2025), lalu.

Ali Sadikin dan Jejak Kasino Legal Pertama

Bagi generasi yang belum tahu, Indonesia pernah punya kasino legal. Bukan di Las Vegas, bukan di Makau—tapi di Petak Sembilan, Glodok, Jakarta. Adalah Gubernur Jakarta era 1960-an, Ali Sadikin, yang mengambil langkah radikal: melegalkan perjudian demi membiayai pembangunan ibu kota.
IMG 20250526 WA0001 11zon e1748265661173
Karikatur Berita
Saat itu, Jakarta adalah kota miskin. Pembangunan jalan, jembatan, hingga sekolah terhambat karena anggaran minim. Ali Sadikin melawan arus dengan mengeluarkan SK Gubernur No. 805/A/k/BKD/1967, yang secara resmi membuka ruang bagi operasional kasino di Jakarta.
BACA JUGA:
Abaikan Surat Edaran Disdik Maros, SDN 21 Sanggalea Gelar Acara Perpisahan Dengan Iuran Rp 200 Ribu Permurid
Dari kasino di Glodok, pemerintah daerah mendapat pemasukan setara Rp25 juta per bulan, jumlah yang kala itu bisa membeli lebih dari 100 kilogram emas—setara Rp200 miliar saat ini.

Legal, Tapi Tertutup

Kasino Petak Sembilan beroperasi setiap hari, dengan pengawasan ketat dari aparat. Namun, ada aturan unik: hanya warga negara keturunan Tionghoa yang boleh berjudi. WNI lain dilarang ikut.
Meski begitu, orang-orang datang dari berbagai penjuru Nusantara—Pontianak, Medan, Makassar—demi duduk di meja judi legal pertama di tanah air. Pendapatan dari kasino tersebut langsung digunakan untuk membangun rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur dasar Jakarta.
Pada tahun 1977, setelah satu dekade legal, anggaran DKI Jakarta melonjak dari puluhan juta menjadi Rp122 miliar. Namun era ini tak bertahan lama. Pemerintah pusat lewat UU No. 7 Tahun 1974 menutup ruang bagi perjudian legal di Indonesia.

Haram atau Solusi Ekonomi?

Usulan Galih Kartasasmita tentu menimbulkan pro dan kontra. Namun, ia menekankan bahwa di banyak negara, termasuk Uni Emirat Arab dan Singapura, bisnis kasino dikelola dengan sistem dan pengawasan ketat untuk memaksimalkan manfaat ekonomi.
“Kalau negara-negara Islam bisa mengelola itu demi kepentingan rakyat, kenapa kita tidak?” imbuhnya.
Dengan potensi pemasukan triliunan, legalisasi kasino dianggap bisa menjadi terobosan baru dalam mencari alternatif penerimaan negara, tanpa harus membebani rakyat lewat pajak tambahan.
(akbar endra)