Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar menyerahkan bantuan kepada warga terdampak banjir di Medan, sebagai wujud kepedulian dan pendampingan langsung BPOM dalam pemulihan masyarakat Sumatra.
Prof. Taruna Ikrar turun langsung ke lokasi bencana pasca banjir Sumatra, mendampingi warga terdampak, meresmikan Posko BPOM Peduli Bencana, hingga meluncurkan Gerakan Sejuta Pohon sebagai komitmen pemulihan lingkungan dan mitigasi bencana.
menitindonesia, MEDAN — Air telah surut, tapi jejak deritanya masih jelas: lumpur menimbun halaman, kasur-kasur basah dijemur seadanya, dan anak-anak berlarian di antara tenda pengungsian yang penuh cerita kehilangan. Di tengah pemandangan itu, Minggu (7/12/2025), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., Ph.D., berdiri—bukan di balik podium, melainkan di antara warga yang baru melewati malam-malam penuh ketakutan.
“Kami datang sebagai saudara, sebagai sahabat yang tidak akan meninggalkan kalian dalam situasi seperti ini,” ucap Taruna sambil menyapa satu per satu. Tangis kecil beberapa ibu luruh, sebagian lainnya tersenyum ketika ia mencoba mencairkan suasana dengan gurauan yang hangat.
Perjalanan Taruna ke Medan adalah lanjutan dari misi kemanusiaannya di Aceh. Ia datang bukan hanya sebagai pimpinan lembaga negara, tetapi sebagai dokter, aktivis, dan seorang manusia yang terpanggil untuk hadir di saat rakyat paling membutuhkan.
Posko BPOM Peduli Bencana
Setibanya di Medan, Taruna disambut Kepala Balai Besar POM Medan, Mojaza Sirait, beserta jajaran. Tanpa banyak seremoni, ia langsung meresmikan Posko BPOM Peduli Bencana Medan sebagai dukungan pemulihan, menyalurkan obat esensial dan pangan aman, juga menyediakan ruang konseling, edukasi pangan darurat, hingga sebuah warkop mini—tempat relawan melepas lelah dengan secangkir kopi hangat setelah bergulat dengan situasi yang berat.
Staf Khusus Kepala BPOM, Hj. Nor Andi Arinawati dan dr. Wachyudi, turut memberikan penguatan psikologis bagi ibu-ibu yang masih dihantui suara derasnya arus malam itu. Cerita mengalir tanpa jeda—tentang anak yang ketakutan, rumah yang rusak, dan harapan untuk bangkit kembali. Di tempat itu, warga merasa didengar, dan itu sendiri menjadi bagian dari penyembuhan.
Menanam Harapan di Tanah yang Luka
Di sela kunjungan, Taruna mengumumkan langkah simbolik sekaligus strategis: Gerakan Penanaman Sejuta Pohon, sebuah komitmen besar untuk menjulang, membumi, dan mengakar sebagai fondasi mitigasi bencana ekologis di Medan.
“Pohon adalah kehidupan. Dengan sejuta pohon, kita menanam harapan untuk masa depan anak-anak kita,” ujarnya.
Program ini sejalan dengan gagasan Green Laboratory dan target Net-Zero Carbon yang tengah digerakkan BPOM. Di tanah yang masih basah oleh banjir, gerakan ini menjadi pernyataan tegas bahwa pemulihan lingkungan t100idak boleh ditunda.
Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu menyampaikan apresiasi: “Terima kasih kepada BPOM. Kehadiran seperti ini sangat membantu dan menguatkan kami.”
Mendengar untuk Menyembuhkan
Usai peresmian posko, Taruna melangkah menuju kawasan paling terdampak. Ia memasuki lorong-lorong berlumpur, berhenti di setiap tenda, menyalami warga, dan mendengarkan kisah mereka dengan tatapan yang jujur.
Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar menyiram bibit pohon lengkeng sebagai simbol dimulainya Gerakan Sejuta Pohon di Medan, komitmen jangka panjang BPOM dalam mitigasi bencana ekologis dan pemulihan lingkungan.
Di Helvetia, seorang bapak mengenang detik-detik saat air naik setinggi pinggang hanya dalam hitungan menit. Seorang ibu memeluk anaknya erat—seolah suara banjir malam itu masih menggema di kepalanya.
Dengan suara pelan namun tegas, Taruna bilang, “Bencana merenggut banyak, tetapi tidak akan merenggut kebersamaan kita untuk bangkit. Saya bersama kalian sampai pulih.”
Kalimat itu bagi sebagian warga menjadi lebih mujarab daripada bantuan fisik. Karena ketika semuanya terasa goyah, kepastian bahwa negara hadir—itulah yang paling menenangkan.
Dari Aceh ke Medan: Hadirkan Rasa Kemanusiaan
Pergerakan Taruna dalam 48 jam terakhir, dari Aceh ke Medan, menggambarkan gaya kepemimpinannya: teknis namun humanis, administratif namun penuh empati, sistemik namun tetap menyentuh hati manusia.
Ia tidak hanya memastikan daftar logistik terpenuhi atau protokol pangan darurat berjalan, tetapi memastikan satu hal yang lebih penting: warga merasa ditemani, dihargai, dan tidak dibiarkan menghadapi bencana sendirian. Inilah potret bagaimana sebuah lembaga negara hadir dengan hati. (AE)