Bupati Maros, Chaidir Syam saat membuka festival literasi yang digelar oleh Dinas Perpustakaan Daerah Maros.
menitindonesia, MAROS – Festival Literasi Maros 2025 resmi digelar di Creative Centre Perpustakaan Daerah Kabupaten Maros, Senin–Rabu (17–19/11/2025). Acara ini menjadi ruang pertemuan para pegiat literasi, guru, komunitas, pelajar, hingga masyarakat umum untuk merayakan budaya baca melalui serangkaian kegiatan edukatif dan kreatif.
Bupati Maros, Chaidir Syam, menyebut festival ini sebagai momentum penting memperkuat ekosistem literasi di daerah. Menurutnya, kegiatan tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan wadah menampilkan program literasi, kreativitas, hingga karya masyarakat.
“Festival Literasi Kabupaten Maros ini menjadi ajang bagi seluruh stakeholder literasi untuk berkumpul. Ada lomba mewarnai, gelar wicara literasi, pertunjukan seni, hingga peluncuran buku,” kata Chaidir, Senin (17/11/2025).
Chaidir juga memaparkan capaian membanggakan Kabupaten Maros dalam indeks kegemaran membaca. Berdasarkan penilaian Perpustakaan Nasional RI, Maros meraih skor 90,94 persen, masuk kategori sangat tinggi.
Ia menilai angka tersebut merupakan hasil berbagai gerakan literasi yang digencarkan pemerintah daerah, mulai dari program Bunda Baca, pojok baca desa, hingga gerakan berbasis komunitas.
“Saat kita membangun literasi, berarti kita membangun sumber daya manusia. Negara maju selalu memperkuat pendidikan dan kualitas manusia,” tegasnya.
Chaidir turut menyoroti transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang kini menjadi arah kebijakan literasi nasional. Ia menyebut di Maros telah berdiri 59 desa yang memiliki Taman Bacaan Masyarakat (TBM) atau TPBS.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Maros, Fitri Ade Cahya, menyampaikan Festival Literasi Maros 2025 dirancang untuk merangkul seluruh lapisan masyarakat.
“Kami ingin festival yang bukan hanya ramai kegiatan, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Ada pameran produk literasi, peluncuran buku penulis lokal, hingga pertemuan komunitas,” ujarnya.
Fitri menegaskan perpustakaan daerah kini berkembang menjadi ruang kreatif yang mendorong inovasi sosial, bukan lagi sekadar tempat meminjam buku.
“Perpustakaan harus inklusif. Anak-anak, ibu rumah tangga, difabel, komunitas—semua harus merasakan manfaatnya,” jelasnya.
Ia berharap Festival Literasi Maros dapat menjadi agenda tahunan yang terus berkembang sekaligus menggerakkan masyarakat untuk membaca, berkarya, dan menjaga budaya literasi di Bumi Turikale.
“Semoga festival ini menjadi energi baru bagi penguatan gerakan literasi di Maros,” tutupnya.