Empat Anggota DPR-RI Non Aktif, Syahroni, Uya Kuya, Eko Patrio dan Nafa Urbach saat mengikuti prosesi sidang di MKD DPR. (ist)
menitindonesia, JAKARTA – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD DPR) menjatuhkan sanksi etik kepada tiga anggota DPR nonaktif usai insiden ricuh yang terjadi pada Agustus 2025. Sementara dua anggota lainnya diputuskan diaktifkan kembali sebagai anggota DPR.
Sidang putusan MKD digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025), dipimpin langsung oleh Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam. Sidang dihadiri empat pimpinan MKD dan sejumlah anggota lainnya.
Lima anggota DPR nonaktif yang disidang yakni Adies Kadir (teradu I), Nafa Urbach (teradu II), Surya Utama atau Uya Kuya (teradu III), Eko Hendro Purnomo (teradu IV), dan Ahmad Sahroni (teradu V).
Dalam putusan yang dibacakan Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun, tiga legislator dijatuhi sanksi nonaktif dengan durasi berbeda:
Nafa Urbach: nonaktif 3 bulan
Eko Hendro Purnomo: nonaktif 4 bulan
Ahmad Sahroni: nonaktif 6 bulan
Sementara dua anggota lainnya, Adies Kadir dan Surya Utama (Uya Kuya), diputuskan kembali aktif sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan dibacakan.
“Putusan ini ditetapkan dalam rapat permusyawaratan MKD dan bersifat final serta mengikat sejak tanggal dibacakan,” ujar Adang Daradjatun di ruang sidang MKD.
Sidang sempat diskors di awal karena kehadiran para teradu di ruang sidang. Namun sidang berlanjut dengan pembacaan putusan lengkap disertai pertimbangan etik.
Menariknya, para pengadu yang sebelumnya melaporkan lima anggota DPR itu diketahui telah mencabut aduannya sebelum putusan dibacakan.
Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam menjelaskan, para pelapor — di antaranya Hotman Samosir, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Komunitas Pemberantas Korupsi Sumatera Barat, dan LBH serta Lembaga Kajian Pemerhati Hukum Indonesia — resmi mencabut laporan mereka.
“Para pengadu telah melakukan pencabutan pengaduannya, sehingga tidak wajib dihadirkan dalam persidangan MKD,” ujar Dek Gam.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua MKD TB Hasanuddin yang menyebut pencabutan dilakukan karena telah ada klarifikasi dari para teradu.
“Para pengadu mencabut aduan karena adanya klarifikasi dan kesalahan dalam menelaah informasi yang beredar di media,” katanya.
Anggota MKD Agung Widyantoro menambahkan, sesuai pendapat ahli, pencabutan laporan otomatis membuat perkara etik dianggap tidak ada.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari aksi joget dan komentar kontroversial sejumlah anggota DPR saat Sidang Tahunan DPR pada Agustus 2025, yang memicu kemarahan publik dan aksi unjuk rasa di depan kompleks parlemen.
Sebanyak lima anggota DPR kemudian dinonaktifkan oleh partai masing-masing dan diperiksa oleh MKD atas dugaan pelanggaran etik.
Dalam prosesnya, MKD menghadirkan delapan saksi dan ahli, antara lain Deputi Persidangan Setjen DPR Suprihartini, ahli kriminologi Prof. Adrianus Eliasta, ahli sosiologi Trubus Rahadiansyah, serta ahli media sosial Ismail Fahmi.
Putusan yang dibacakan pada Rabu sore tersebut menandai akhir dari proses etik yang telah berjalan sejak awal November 2025.