Presiden Prabowo saat menerima dua guru asal Luwu Utara yang dilaporkan pungli. (ist)
menitindonesia, JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto resmi menandatangani keputusan rehabilitasi nama baik dua guru ASN SMA Negeri 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis. Keduanya sebelumnya diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) terkait kasus pungutan Rp20 ribu dari siswa di sekolah.
Pertemuan antara Presiden Prabowo dan kedua guru tersebut berlangsung di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2025) dini hari.
Dalam pertemuan itu, Presiden memberikan keputusan rehabilitasi dan pemulihan status ASN bagi keduanya.
Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Andi Tenri Indah, turut mendampingi Rasnal dan Abdul Muis dalam pertemuan tersebut.
“Alhamdulillah, kedua saudara kita telah dibebaskan atas keputusan prerogatif Presiden RI Bapak Prabowo Subianto dengan pemberian rehabilitasi. Harkat dan martabatnya kini dipulihkan sebagai ASN guru,” ujar Andi Tenri Indah, Kamis dini hari.
Sebelumnya, Andi Tenri Indah bersama anggota DPRD Sulsel menyatakan komitmennya memperjuangkan nasib dua guru tersebut.
“Kami akan terus mendukung dan memperjuangkan agar keadilan ditegakkan bagi Pak Rasnal dan Pak Muis,” katanya saat RDP di Kantor DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025).
Legislator Fraksi Gerindra itu juga menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad untuk menyampaikan aspirasi kedua guru yang dinilai dizalimi.
“Fraksi Gerindra memfasilitasi agar persoalan ini sampai ke pusat. Insyaallah, Pak Dasco siap mendengar langsung,” ujarnya.
Kronologi Kasus: Pungutan Rp20 Ribu untuk Gaji Honorer
Kasus bermula ketika Abdul Muis dan Rasnal diberhentikan setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan keduanya bersalah karena melakukan pungutan sebesar Rp20 ribu per siswa.
Dana itu digunakan untuk membayar gaji guru honorer yang belum menerima bayaran selama beberapa bulan. Menurut Muis, pungutan dilakukan atas kesepakatan bersama antara orang tua siswa dan komite sekolah melalui rapat resmi.
“Tidak ada unsur paksaan. Bagi siswa tidak mampu, pembayaran digratiskan. Semua siswa tetap bisa ikut ujian,” jelas Muis.
Namun, laporan dari pihak luar sekolah membuat kasus itu naik ke ranah hukum. Meski sempat diputus “lepas” di Pengadilan Negeri Makassar, MA kemudian memvonis keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara serta denda Rp50 juta.
Muis mengaku banyak kejanggalan dalam proses hukum yang menjeratnya. Ia menilai, sumbangan orang tua murid yang bersifat sukarela disalahartikan sebagai pungutan liar.
“Inspektorat menyebut ada kerugian negara, padahal uang itu murni sumbangan sukarela. Kami tidak pernah memaksa siswa,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan tuduhan menerima gratifikasi karena insentif wali kelas dan tugas tambahan, yang menurutnya tidak pernah dibahas di persidangan sebelumnya.
Usai menerima keputusan rehabilitasi dari Presiden, Abdul Muis dan Rasnal berencana tetap mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk menegaskan bahwa mereka bukan pelaku korupsi.
“Insyaallah malam ini kami berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan bahwa kami bukan koruptor,” ucap Muis.