Prof Taruna Ikrar Inisiasi Langkah Besar: Uji Klinik Vaksin TB Inhalasi Resmi Dimulai

Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar didampingi Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Benyamin Paulus Octaviano usai menyaksikan peluncuran uji klinik fase pertama vaksin Tuberkulosis inhalasi di RS Islam Jakarta Cempaka Putih, Kamis (13/11/2025).
  • Uji Klinik Fase I Vaksin TB Inhalasi AdTB105K diresmikan di RSIJ Cempaka Putih. Terobosan terbaru ini menandai babak baru Indonesia dalam inovasi vaksin untuk menekan 1 juta kasus TB per tahun.
menitindonesia, JAKARTA — Suasana di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih Kamis, (13/11/2025), pagi, terasa berbeda. Di balik hiruk-pikuk ruang pelayanan, Aula Pertemuan di lantai dua menjadi saksi langkah penting Indonesia dalam perang panjang melawan Tuberkulosis (TB). Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., hadir memberikan arahan atas pelaksanaan Uji Klinik Fase I Vaksin TB Inhalasi—sebuah inovasi yang dapat mengubah peta penanggulangan TB dunia.
BACA JUGA:
Hari Ini, Roy Suryo Cs Dipanggil Polisi sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Tampak hadir juga Wakil Menteri Kesehatan dr. Benjamin Paulus Octavianus, CEO CanSino Biologics Dr. Xuefeng Yu, Direktur Utama PT Etana Biotechnologies Indonesia Nathan Tirtana, hingga Prof. Erlina Burhan yang memimpin penelitian klinis. Semua berkumpul dengan satu tujuan: menapaki langkah pertama dari terobosan ilmiah yang membawa harapan besar.

Luka Lama Bernama Tuberkulosis

Indonesia masih berada dalam bayang-bayang TB. WHO Global Tuberculosis Report 2024 mencatat angka yang mencemaskan: 10,6 juta kasus baru di dunia, dengan lebih dari 1 juta kematian tiap tahunnya. Indonesia berada di posisi kedua setelah India, dengan lebih dari 1 juta kasus dan 125.000 kematian per tahun.
“Ini bukan angka statistik—ini adalah nyawa,” ujar Prof Taruna Ikrar yang juga menginisiasi hadirnya vaksin TB ini, dalam sambutannya.
TB tetap menjadi penyakit menular paling mematikan di dunia, dan inovasi menjadi kebutuhan yang tak bisa ditunda. Di sinilah Indonesia mengambil langkah penting: vaksin TB berbasis inhalasi, teknologi yang belum pernah diterapkan sebelumnya di tanah air.
IMG 20251113 WA0007 11zon e1763086319137
Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar bersama Wamenkes dr. Benyamin Paulus Octaviano dan Prof. Erlin Burhan selaku Koordinator Uji Klinik, serta perwakilan Etana, CanSinoBIO, INCREASE, Inavimed, dan perwakilan Kemenhan menghadiri peluncuran Uji Klinik Fase I Vaksin TB Inhalasi pertama di dunia.

Teknologi Baru yang Menjanjikan

Vaksin yang dinamai AdTB105K ini dikembangkan oleh CanSino Biologics Inc. bekerja sama dengan PT Etana Biotechnologies Indonesia. Teknologinya berbasis vektor adenovirus tipe 5 (Ad5)—rekayasa biologi yang membuat virus jinak ini mengekspresikan protein fusi 105K dari Mycobacterium tuberculosis.
BACA JUGA:
Presiden Prabowo dan PM Albanese Sepakat Perkuat Kerja Sama Keamanan Indonesia–Australia
Di dalamnya terkandung tiga antigen strategis: Mtb32A, Mtb39A, dan Ag85A—kombinasi yang dirancang untuk menciptakan respons imun yang kuat.
Yang membuatnya berbeda adalah cara pemberiannya: melalui inhalasi, bukan suntikan. Pendekatan ini diyakini mampu: menginduksi imunitas mukosa langsung di saluran pernapasan, memperkuat imunitas sistemik secara bersamaan, dan meningkatkan peluang keberhasilan pencegahan infeksi TB.
“Jika ini berhasil, maka kita menyentuh level perlindungan yang belum pernah ada sebelumnya,” kata Taruna Ikrar.

Pengawalan Ketat BPOM

Proses menuju Fase I bukan perjalanan singkat. BPOM menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) pada 14 Mei 2025, setelah evaluasi menyeluruh terhadap dokumen mutu, data pra-klinik, hingga protokol penelitian.
Tak berhenti di sana, BPOM juga menggelar inspeksi klinik pada 6–7 Oktober 2025 untuk memastikan kesiapan fasilitas RSIJ Cempaka Putih — terutama mengenai penanganan kegawatdaruratan, karena vaksin ini adalah produk first-in-human. “Hasilnya memenuhi syarat,” tegas Kepala BPOM. “Dan hari ini kita memulai.”
Fase pertama ini akan melibatkan 36 subjek dewasa sehat (18–49 tahun) dengan masa pemantauan 6 bulan setelah satu kali pemberian vaksin.

Harapan yang Menguat

Bagi banyak pihak, adalah lompatan besar menuju kemandirian bioteknologi Indonesia. Jika fase ini berjalan sukses, Indonesia tidak hanya menjadi pengguna vaksin inovatif, tapi juga negara yang berdaulat dalam pengembangan vaksin strategis.
“Saya berharap uji klinik ini menghasilkan data yang valid, berkualitas, dan menjadi pondasi kokoh bagi inovasi kesehatan nasional,” ujar Taruna mengakhiri sambutannya.
Di ruang itu, tepuk tangan pelan terdengar, namun resonansinya besar. Perjalanan panjang melawan TB memasuki babak baru—dan Indonesia berada di garis depan. (AE)