Kepala BPOM Prof. Taruna Ikrar diwawancarai para jurnalis sesaat setelah BPOM RI resmi menerima penghargaan Rekor MURI. Dengan medali MURI yang tergantung di lehernya, Prof. Taruna menyampaikan apresiasi dan komitmen BPOM untuk terus menghadirkan inovasi pelayanan publik dan pengawasan obat dan makanan di Indonesia.
BPOM mencatat sejarah baru dengan meraih Rekor MURI untuk produksi 810 senyawa baku pembanding—jumlah terbanyak di Indonesia. Di bawah kepemimpinan ilmuwan sekaligus Kepala BPOM, Prof Taruna Ikrar, prestasi ini menjadi bukti hilirisasi riset yang kian nyata serta penguatan kemandirian standar farmasi dan pangan nasional.
menitindonesia, JAKARTA — Aula Bhinneka Tunggal Ika, kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) riuh oleh tepuk tangan pada Jumat (14/11/2025).
Di panggung, Kepala BPOM RI Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., kalung medali emas yang diikat dengan merah putih dikalungkan ke leher Taruna Ikrar. Juga sebuah plakat kaca berbingkai emas diserahkan kepada ilmuwan dunia tersebut. Rekor MURI itu, menjadi jejak panjang perjalanan sains yang kini mencapai puncak baru: produksi 810 senyawa baku pembanding, jumlah tertinggi di Indonesia.
Dalam dunia laboratorium, “baku pembanding” adalah standar emas. Ia menentukan kebenaran hasil uji, menjadi rujukan objektif bagi setiap analisis obat, suplemen, hingga keamanan pangan. Di sinilah kualitas sebuah negara diuji—apakah ia mampu mandiri dalam hal pengawasan kesehatan publik, atau masih bergantung pada bahan impor.
BPOM memilih jalan pertama. Dan hari itu, sejarah dicatatkan oleh Prof Taruna: rekor MURI dipecahkan.
Jejak Tiga Dekade Akademisi
Sejak mengambil alih kemudi BPOM, Prof Taruna membawa napas seorang ilmuwan yang tak pernah lepas dari dunia pembuktian. “Dalam ilmu akademis, objektivitas itu mutlak. Standarnya harus jelas, parameternya harus baku,” katanya dalam sambutan setelah menerima plakat MURI.
Tiga puluh tahun mengabdi sebagai peneliti membuatnya fasih berbicara soal metode. Desain riset. Parameter kuantitatif dan kualitatif. Validasi analisis. Sirkulasi jurnal ilmiah. Semua bukan jargon, tapi disiplin yang membentuk kebijakan publik yang kokoh.
“Di laboratorium, satu senyawa saja harus diuji dengan ketelitian setinggi mungkin. Apalagi jika dipakai untuk menjamin keamanan 280 juta warga,” ujarnya.
810 Senyawa: Hilirisasi Riset yang Nyata
Di balik angka 810 itu terdapat cerita lain: hilirisasi riset yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah akhirnya menemukan bentuk paling nyata. BPOM tidak hanya mengawasi. Lembaga ini, kini memproduksi dan menyediakan bahan standar yang menjadi tulang punggung industri farmasi dan pangan nasional.
Permintaan eksternal terhadap baku pembanding buatan BPOM melonjak 86,5 persen dalam lima tahun terakhir. Laboratorium perguruan tinggi, industri obat, industri pangan, hingga lembaga penelitian mulai mengandalkan standar buatan dalam negeri.
Ini tanda kepercayaan. Juga tanda bahwa ekosistem riset tanah air mulai berkoneksi.
Dalam pidatonya, Taruna Ikrar sempat menyinggung dasar biologis dari pentingnya validitas ilmiah. Ia menyebut bahwa tubuh manusia terdiri dari jumlah sel yang mencapai puluhan ribu triliun—sebuah sistem raksasa yang menuntut kepastian ilmiah ketika berbicara tentang keamanan obat dan makanan.
“Jika parameter analitik tidak akurat, maka seluruh hasil pengujian bisa meleset. Di sinilah peran baku pembanding: memastikan bahwa setiap angka yang keluar dari alat ukur benar-benar bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
BPOM pun memperluas jejaring laboratorium di seluruh Indonesia, memastikan standar ilmiah itu tidak hanya berhenti di pusat, tetapi mengalir sampai daerah paling jauh.
Menopang Ekonomi, Menopang Kepercayaan Publik
Di balik prestasi ilmiah itu, ada tujuan lain: memberi nilai tambah pada ekonomi nasional. BPOM, kata Taruna, kini bertransformasi menjadi lembaga yang bukan hanya mengawasi, tapi juga berkontribusi pada industri. Dengan menciptakan bahan standar sendiri, Indonesia mengurangi impor dan memperkuat kemandirian farmasi.
Ini selaras dengan target pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga ke level 8 persen. Bagian yang mungkin terlihat kecil, tapi berdampak besar dalam jangka panjang.
Momentum Baru untuk Regulasi Berbasis Sains
Rekor MURI itu mungkin hanya tanda simbolik. Namun di baliknya, terdapat sinyal bahwa regulasi kesehatan Indonesia bergerak menuju masa depan yang lebih ilmiah, lebih mandiri, dan lebih terintegrasi dengan ekosistem riset nasional.
Dari laboratorium-laboratorium BPOM yang tersebar di seluruh negeri, sebuah fondasi baru sedang dibangun: standar ilmiah Indonesia yang mampu berdiri di kelas dunia. (AE)