Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar memberikan pernyataan tegas dalam konferensi pers hasil intensifikasi pengawasan kosmetik menjelang akhir tahun 2025 di Jakarta. Dalam kesempatan ini, BPOM menegaskan komitmen “tanpa kompromi” terhadap peredaran kosmetik ilegal dan produk berbahaya.
Taruna Ikrar menggebrak publik dengan peringatan keras setelah BPOM membongkar ribuan kosmetik ilegal dan berbahaya. Nilainya triliunan rupiah yang selama ini bebas beredar dan mengancam kesehatan jutaan konsumen Indonesia.
menitindonesia, JAKARTA — Menjelang tutup tahun, ketika masyarakat sibuk berburu promo kecantikan dan “momen Harbolnas”, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) justru menemukan sisi kelam dari ledakan transaksi sektor kosmetik nasional. Di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat, pelbagai pelanggaran dan praktik kejahatan kosmetik ilegal kembali menyeruak—mulai dari produk tanpa izin edar, kosmetik berbahaya, hingga promosi asusila yang mengelabui konsumen.
Di Aula Bhineka Tunggal Ika, Jakarta, Selasa (9/12/2025), Kepala BPOM RI Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., berdiri di hadapan media dan para pemangku kepentingan dengan satu pesan yang menggema keras: “Tidak ada kompromi. BPOM bertindak tegas demi melindungi kesehatan masyarakat.”
Pernyataan itu menjadi pintu masuk bagi rangkaian temuan besar hasil Intensifikasi Pengawasan Kosmetik Menjelang Akhir Tahun 2025 yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia.
Lonjakan penjualan menjelang akhir tahun—yang menurut Statista mencapai nilai pasar USD 2,09 miliar pada 2025—ternyata menjadi celah yang dimanfaatkan pelaku usaha nakal. BPOM menemukan total potensi pencegahan peredaran kosmetik ilegal mencapai Rp1,866 triliun, angka yang menggambarkan seberapa besar skala ancaman terhadap konsumen.
Pengawasan dilakukan dari hulu ke hilir, baik offline di lapangan maupun online melalui patroli siber. Hasilnya mengejutkan: 108 merek ilegal, 408 Ribu Produk Bermasalah, pemeriksaan di 984 sarana produksi dan distribusi menghasilkan temuan: 108 merek, 408.054 produk, nilai ekonomi lebih dari Rp26,2 miliar, dan 65% produk impor.
Sebanyak 47,8% sarana yang diperiksa terbukti tidak memenuhi ketentuan. Mayoritas pelanggaran berasal dari retail (79,15%) dan klinik/salon kecantikan (14,68%).
“Produk tanpa izin edar dan yang mengandung bahan berbahaya itu nyata risikonya. Dari iritasi, kerusakan kulit permanen, hingga risiko kanker,” tegas Prof Taruna.
Patroli Siber Melesat Dua Kali Lipat
Fenomena baru justru muncul dari ranah digital. Patroli siber BPOM menemukan: 5.313 tautan penjualan kosmetik ilegal, terdiri dari 4.079 tautan tanpa izin edar dan 1.234 tautan produk mengandung bahan berbahaya.
Lokasi pengiriman terbesar berasal dari Jakarta Barat (1.215 tautan), disusul Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor.
Jumlah ini melonjak hampir dua kali lipat dibanding patroli rutin sebelumnya. Potensi ekonomi pencegahannya mencapai Rp1,84 triliun—menandakan maraknya praktik penyelundupan dan jual-beli kosmetik ilegal via e-commerce maupun media sosial.
Sejumlah produk kosmetik ilegal yang berhasil diungkap BPOM RI ditampilkan dalam konferensi pers intensifikasi pengawasan akhir tahun 2025. Produk-produk ini ditarik dari peredaran karena terbukti tidak memiliki izin edar, mengandung bahan berbahaya, atau melanggar ketentuan promosi.
Promosi Asusila: 13 Produk Dicabut Izin Edarnya
Selain temuan kosmetik ilegal, BPOM juga menindak 13 produk kosmetik pria yang dipromosikan secara melanggar norma kesusilaan. Klaim seperti “meningkatkan kualitas sperma”, “mengatasi impotensi”, hingga “menjaga tegang tahan lama” dinilai menyesatkan, tidak etis, dan bertentangan dengan Peraturan BPOM tentang penandaan dan promosi kosmetik.
Seluruh izin edar produk tersebut langsung dicabut dan promosi mereka dihentikan total.
Sanksi Tanpa Ampun: Dari Penarikan hingga Pencabutan Akses Impor
BPOM menjatuhkan serangkaian sanksi administratif kepada para pelanggar: Penarikan produk, Pemusnahan, Penghentian kegiatan, Pencabutan izin edar, hingga Pencabutan sertifikat CPKB.
Bahkan bagi importir nakal, BPOM merekomendasikan penutupan akses impor di Bea dan Cukai. Langkah ini dilakukan untuk memastikan para pemain curang tidak bisa kembali bermain di pasar.
“Efek jera adalah kunci. Tidak boleh ada kesempatan kedua untuk pelanggaran yang membahayakan masyarakat,” ujar Prof Taruna Ikrar.
Ajak Publik Jadi Konsumen Cerdas
Di tengah maraknya pelanggaran, BPOM mengimbau masyarakat agar lebih kritis dan berhati-hati, terutama pada momen belanja besar di akhir tahun. BPOM menekankan pentingnya: Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, Kedaluwarsa), Membeli hanya lewat toko resmi atau official store, Tidak terkecoh klaim yang berlebihan dan instan, Melapor ke HALOBPOM 1500533 bila menemukan dugaan kosmetik ilegal.
BPOM juga mendorong influencer, beauty creator, dan media untuk ikut menyebarkan edukasi tentang penggunaan kosmetik aman.
Era Baru Pengawasan Kosmetik Nasional
Konferensi pers ini menjadi momentum penting penegasan arah baru BPOM: menguatkan pengawasan kosmetik melalui pendekatan kolaboratif, komprehensif, dan represif bila diperlukan. Kolaborasi lintas sektor—Kemenperin, Kemendag, Bea Cukai, Bareskrim, Pemda, dan asosiasi industri—menjadi pilar penting dalam memastikan industri kosmetik Indonesia tumbuh sehat dan berdaya saing.
Di tengah pertumbuhan ekonomi sektor kecantikan yang kian menjanjikan, Prof Taruna menegaskan bahwa standar keamanan tidak boleh dinegosiasikan.
“Industri boleh berkembang. Inovasi boleh melaju. Tapi satu hal tidak bisa ditawar: keselamatan masyarakat. Untuk itu BPOM tidak akan berkompromi.”
Dengan sikap tegas itu, BPOM memastikan bahwa menjelang akhir tahun ini, masyarakat Indonesia dapat berbelanja kosmetik dengan lebih aman—tanpa diracuni produk ilegal yang membahayakan. (andi esse)