Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar memberi sambutan pembukaan Asistensi Regulatori Tematik di Bandung, menegaskan percepatan Eliminasi TBC 2030 dan penguatan Apotek Desa sebagai prioritas nasional.
Kepala BPOM Prof Taruna Ikrar memimpin konsolidasi nasional di Bandung untuk mempercepat Eliminasi TBC 2030 dan penguatan Apotek Desa. BPOM menyerahkan 46 sertifikat dan 35 izin edar sebagai langkah memperkuat akses dan mutu obat di seluruh Indonesia.
menitindonesia, BANDUNG — Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., memimpin langsung konsolidasi nasional regulator dan industri farmasi pada kegiatan ASPIRASI – Asistensi Regulatori Tematik yang digelar 8–11 Desember 2025 di The Trans Luxury Hotel, Bandung. Forum besar ini menjadi momentum percepatan dua agenda nasional: Eliminasi Tuberkulosis 2030 dan penguatan Apotek Desa/Kelurahan Merah Putih, yang menjadi prioritas Presiden.
Kegiatan empat hari itu diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif, mempertemukan BPOM, asosiasi farmasi, industri, PBF, hingga lembaga TNI. Model asistensi regulatori terintegrasi ini disiapkan untuk mempercepat perizinan, meningkatkan kepatuhan industri, dan menurunkan risiko peredaran obat substandar.
“Regulator harus hadir sejak awal, bukan setelah masalah muncul”, kata Taruna Ikrar di Bandung, Rabu (10/12/2025).
Dalam sambutannya, Prof Taruna Ikrar menegaskan bahwa BPOM kini berada pada fase transformasi ketiga, yaitu memperluas kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan memperkuat sistem pengawasan obat-makanan dari hulu hingga hilir.
“Regulator harus hadir sejak awal. Kita dampingi riset, kita kawal produksi, dan kita pastikan obat sampai ke masyarakat dalam kondisi aman, bermutu, dan berkhasiat,” ujarnya.
Prof Taruna juga menyampaikan bahwa upaya BPOM tidak hanya berupa pengawasan dan penegakan hukum, tetapi juga pembinaan serta pendampingan intensif kepada pelaku usaha. Pendekatan ini sekaligus memperkuat sinergi Academia – Business – Government (ABG) sebagai jembatan dari riset hingga hilirisasi produk.
Prof Taruna Ikrar memberikan keterangan pers usai pembukaan Asistensi Regulatori Tematik, memaparkan komitmen BPOM mempercepat izin edar, memperkuat mutu obat, dan mendukung percepatan program Eliminasi TBC serta Apotek Desa.
46 Sertifikat Diserahkan, 35 Izin Edar Dikeluarkan
Pada acara puncak, BPOM menyerahkan: 6 sertifikat CPOB, termasuk satu fasilitas radiofarmaka, 5 sertifikat CDOB untuk PBF Jawa Barat, 35 Izin Edar (NIE) untuk obat inovatif, generik, dan terapi TBC.
Dalam doorstop kepada media, Prof Taruna menegaskan bahwa penerbitan sertifikat dan izin edar ini bukan hanya prosedur administratif. “Ini bukan akhir proses perizinan, tapi awal dari komitmen panjang. Industri harus terus menjaga standar dan memastikan kepatuhan,” ujarnya.
Dukungan BPOM untuk Eliminasi TBC 2030
WHO mencatat Indonesia sebagai negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia—1,09 juta kasus dengan 125.000 kematian per tahun.
Dalam sambutannya, Prof Taruna menyampaikan bahwa BPOM memiliki peran strategis dalam penanggulangan TBC, yakni: mengawal riset & uji klinik obat–vaksin TBC, memastikan mutu obat TBC untuk mencegah resistensi, dan mempercepat registrasi melalui mekanisme evaluasi 100 Hari Kerja.
“Agar eliminasi TBC tercapai, obatnya tidak boleh datang terlambat. BPOM mempercepat seluruh proses tanpa mengurangi aspek mutu dan keamanan,” ujar Prof Taruna kepada wartawan.
BPOM juga memastikan kesinambungan ketersediaan obat TBC, termasuk fixed-dose combination, regimen singkat, dan obat pendukung lainnya.
Apotek Desa: Tulang Punggung Akses Obat Nasional
Program Apotek Desa/Kelurahan Merah Putih menjadi topik strategis kedua. Pemerintah menargetkan pembangunan ±80.000 Koperasi Desa Merah Putih, di mana 54.000 di antaranya akan memiliki Apotek Desa.
Prof Taruna menegaskan bahwa Apotek Desa akan menjadi penyokong utama layanan kesehatan dasar: “Kalau akses obat tidak merata, negara belum hadir sepenuhnya. Apotek Desa akan menghadirkan obat bermutu hingga pelosok.”
Program ini mendapatkan dukungan regulatori penuh dari BPOM, termasuk percepatan perizinan, kemudahan persyaratan, serta pengawasan distribusi untuk mencegah penyimpangan obat, terutama Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
BPOM Masuk Kategori WHO Listed Authority (WLA)
Dalam sambutan resmi, Prof Taruna juga mengumumkan capaian besar: BPOM telah ditetapkan oleh WHO menyandang status WHO Listed Authority (WLA). Indonesia menjadi negara berkembang pertama yang berhasil mencapai posisi tersebut.
“Ini bukan hanya reputasi BPOM, tapi reputasi Indonesia di mata dunia. Produk obat dan vaksin kita akan semakin dipercaya secara global,” tegas Taruna.
Kegiatan ASPIRASI didukung langsung oleh lima direktorat teknis dalam bentuk desk intensif yang membuka layanan: Registrasi obat, Mutu obat dan bahan obat, CAPA inspeksi CPOB, Sertifikasi CDOB, Bimtek SMART CDOB 4.0, Evaluasi iklan & penandaan obat, Perizinan ekspor–impor (SKI, AHP, CPP).
Model ini memberikan solusi langsung yang biasanya memakan waktu panjang, sekaligus memperkuat literasi pelaku usaha terhadap kewajiban regulatori.
Di akhir sesi doorstop, Prof Taruna menegaskan pesan strategis, “Kita sedang membangun ulang ekosistem obat Indonesia, lebih cepat, lebih transparan, dan lebih kolaboratif. Tugas kita memastikan obat yang sampai ke rakyat adalah yang terbaik.”
Kegiatan ASPIRASI di Bandung menjadi bukti bahwa BPOM kini hadir tidak hanya sebagai regulator, tetapi sebagai mitra percepatan kesehatan nasional. (AE)