Embun haru menitik di waktu subuh
Ingatan mengeras pada suatu tempat
Kemarin ke makam , sahabat menangis
Rindu melawat ke penanda terakhir dirimu
Sepertinya tak ada jarak, waktu lebur dalam keabadian
Namamu seperti aura bagi para penempuh Cinta
Pasir pasir kedirian rindu kembali ke asal
Para wali pembawa wasilah mengantar diam diam
Symptom cahaya cahaya halus memanah tanpa jarak tempuh
Dinding ruang dan waktu lebur dalam kegaibaNya
Padamu sifat sifatNya melebur
Ibarat tugu sosokmu menjaga zaman
dengan semua suka duka
Selalu ada lambaian kasih sayang
kepada siapa yang mau mendekat
Pada setiap masa ada banyak sosok mengenalnya
dan tertarik karomah kusucianmu
datang berdoa , agar benderang hati
memohon ada hembusan berkah
Nun jauh ke masa lalu
perjalanan pencarian telah berlayar membelah samudera
ke negeri gurun mencari guru dan lulus dengan mahkota kebesaran
puncak makrifat telah sampai
pulang membawa semangat kebaruan memperbaiki segala adab
Menabur ajaran ajaran penuh kasih
Pendar nasoionalisme pun tersulut melawan kolonial
Tertawan dengan kurungan dan berpindah ke banyak tempat
Namun sosokmu tetap berpendar
dengan jamaah mengelilingi dimana mana
Makassar, Banten, Colombo, Afrika Selatan dan negeri tak tercatat
Bangga menyimpan jejak kekalmu di tanah tanahnya
Lihatlah cahayamu masih bersinar terang
Seperti sirip – sirip ikan di pinggir pinggir masa
Tetap berenang di lautan dan daratan tanpa tanah
Memberi selaput cahaya yang ingin mendekat
Seperti nada seruling gaib
Dirimu terus memberi detak zikir membawa sinar
Ada langkah langkah sunyi senantiasa datang
Dituntun kerdipan cahaya menujumu
Seperti seruling, jemarinya tak nampak
Irama merangkul halus
datang membawa keharuan
Mengisi seruling hati dengan keharuman
Napak tilas tanpa atlas
Telah mengalungkan bunga bunga mekar
Cinta selalu menuntun ke arah kekasih dan pencintanya
Ingin jejak kebaikan mau merangkul.
Makassar, 25.12.2022
Catatan Ramadhan
Ada guliran waktu
Ada perjalanan
Pada petak hitungan bulan
Ramadhan tiba
Puasa berhenti dari rasa puas
Jasmani serupa karung penuh isi
Menganga terus tepikan ruhani
Pada siang terik
Rasakan lapar kaum papa
Tak ada kata terucap
Hanya menahan
Menatap detak jam
Puasa adalah waktu air mengalir
Mencuci daki daki diri
Setahun bertumpuk warna hitam
Ramadhan berlian waktu
Sebulan dalam tempayaan tempaan
Memasak jasmani dan mengisi diri
Makassar, 29.3.2023
Puasa
Menahan diri tidak memasukkan
Tuk mengenal apa yang di dalam
Kehausan tertukar kelegaan
Ringan diluar
Ringan di dalam
Kelembutan mengurai
Kehalusan memancar
Puasa inti pengenalan
Semua alam
Rahasia terkelupas
Makasssar, 29.3.2023
Anil Hukma – Di sela waktu senggangnya, Anil masih menyempatkan menulis sajak-sajak bermakna. Anil Hukma adalah dosen aktif yang mengajarkan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Makassar. Di masa perjuangan reformasi 1998, Anil juga pernah menjadi journalis Tabloid Aliansi besutan Akbar Endra, sohibnya. Kini Anil dikaruniai putri dari buah pernikahannya dengan Budayawan Roel Sanre (almarhum). Karya-karya Anir Hukma – termuat dalam berbagai antologi seperti : Ombak Losari (1992), Napas Kampus (1994), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (1995), Antologi Puisi Indonesia (19970), Temu Penyair Makassar (1999), Sastra Kepulauan (1999), Jejak-Jejak Puisi Ombak Makassar (2000), Pintu yang Bertemu (2003). Sedang kumpulan puisi tunggalnya berjudul “Rindu Laut”(1990).