menitindonesia, JAKARTA – Dollar AS kini tembus Rp16.200, sehingga nilai tukar rupiah terhadap dollar terus melemah. Hal ini dinilai berpotensi memberi beban tambahan terhadap anggaran biaya utang pemerintah dalam bentuk valuta asing atau valas.
Meski demikian, Direktur Surat Utang Negara Kemnterian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan mengatakan, dampak dari depresiasi nilai tukar rupiah saat ini terhadap beban pembiayaan utang pemerintah masih bisa dikendalikan karena masih kecilnya porsi utang pemerintah dalam bentuk valas, yang masih mencapai 28 persen dari total utang pemerintah.
“Ini lebih baik dibanding posisi sebelum pandemi di mana utang dalam mata uang valas sekitar 40-an persen,” kata Deni Ridwan kepada wartawan, Jumat (19/4/2023).
Ia pun memastikan dampak kenaikan dollar terhadap APBN pada saat ini relatif lebih manageable. “Ini karena proporsi utang dalam valas sudah jauh berkurang,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap beban pembiayaan, kata Deni, Kemenkeu berkomitmen melakukan pembiayaan anggaran dengan sejumlah strategi.
Ia menambahkan, dalam melakukan pengadaan utang baru pemerintah melakukan penyesuaian waktu penerbitan, sehingga dapat memperoleh biaya dan risiko yang seimbang.
“Kemudian mengutamakan pengadaan utang dengan suku bunga tetap untuk mengurangi exposure suku bunga,” katanya. “Terakhir pengadaan utang dalam mata uang rupiah untuk mengurangi perubahan nilai, di mana penerbitan dalam mata uang valas sebagai pelengkap.”
Dengan mempertimbangkan kondisi kas pemerintah yang masih cukup ample, kata Deni, pemerintah masih memiliki fleksibilitas dalam penerapan strategi pembiayaan. (andi ade zakaria)