Lonjakan Sengketa Pilkada 2024, MK Terima 312 Perkara: Papua dan Maluku Utara Dominasi Permohonan

FOTO: Gedung MK

menitindonesia, JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti tingginya jumlah permohonan sengketa hasil Pilkada 2024 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 312 perkara yang masuk ke MK, mencakup pemilihan bupati, wali kota, dan gubernur.
Peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki, menyebutkan bahwa 92 persen permohonan diajukan oleh pasangan calon atau aktor politik utama, sedangkan elemen masyarakat hanya berkontribusi 5,4 persen dan lembaga pemantau 2,6 persen.
BACA JUGA:
Hari Ibu 2024: Garuda Asta Cita Nusantara Bantu Korban Kebakaran dan Siapkan Beasiswa
“Ini menunjukkan mekanisme hukum sengketa hasil pilkada lebih banyak diakses oleh aktor politik utama dibandingkan masyarakat umum maupun lembaga pemantau,” ujar Ajid dalam diskusi daring pada Minggu (22/12/2024).
Meski didominasi pasangan calon, Ajid menilai adanya keterlibatan masyarakat dan lembaga pemantau mencerminkan partisipasi publik dalam mengawasi proses pemilu.

Lonjakan Sengketa Pilkada 2024

Perludem mencatat peningkatan signifikan jumlah sengketa pilkada tahun ini dibandingkan periode sebelumnya. Pada 2017–2020, terdapat 268 perkara dari 542 wilayah dengan rasio 49,45 persen. Sementara pada 2024, jumlah perkara naik menjadi 312 dari 545 wilayah atau 57,25 persen—terjadi lonjakan sebesar 7,8 persen.
BACA JUGA:
Sritex Bangkrut, Kurator Siap Lelang Aset Rp 30 Triliun – Siapa Pembelinya?
Permohonan sengketa terbanyak berasal dari Papua Tengah (20 perkara) dan Maluku Utara (19 perkara). Menurut Ajid, kompleksitas geografis dan tingginya partisipasi politik di wilayah tersebut menjadi faktor pemicu.
“Distribusi ini menunjukkan daerah dengan kondisi geografis yang menantang dan tingkat partisipasi politik tinggi memiliki potensi sengketa yang lebih besar,” katanya.

Proses Registrasi dan Sidang MK

Sementara itu, Hakim Konstitusi dan Juru Bicara MK, Enny Nurbaningsih, menyatakan bahwa seluruh permohonan yang masuk akan diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 3 Januari 2025.
“Setelah diregistrasi, perkara PHPU akan dibagi per panel, dan sidang dijadwalkan mulai awal Januari 2025,” ujar Enny kepada Antara, Kamis (12/12/2024).
Dengan lonjakan sengketa pilkada ini, semua mata kini tertuju pada proses hukum di MK. Publik diharapkan terus mengawal jalannya sidang untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu.

(akbar endra – AE)