MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Dinamika Pilpres 2029 Berubah Drastis

FOTO: Hakim MK mengabulkan permohonan ambang batas Capres 20 Persen Dibatalkan, Ini memberi dampak terhadap perubahan peta politik Pemilu 2029. (ist)

menitindonesia, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen. Putusan ini dibacakan pada Selasa, 2 Januari 2025 dan diprediksi mengubah peta politik Pilpres 2029. Simak analisis lengkap dan dampaknya di sini.

Ketua MK: Ambang Batas Bertentangan dengan Konstitusi

Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
BACA JUGA:
Kenaikan Harga Rokok 2025: Industri Tembakau Tertekan, Rokok Ilegal Meningkat
“Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena melanggar prinsip keadilan dan konstitusionalitas.

Hakim MK: Ambang Batas Dinilai Tidak Rasional dan Tidak Adil

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menambahkan bahwa ambang batas pencalonan presiden bertentangan dengan UUD 1945 karena dinilai melanggar moralitas, rasionalitas, dan prinsip keadilan yang tidak dapat ditoleransi.
“Penerapan ambang batas ini juga tidak efektif untuk menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Besarannya tidak didasarkan pada perhitungan yang jelas dan kuat,” kata Saldi Isra, dikutip dari Antara.
BACA JUGA:
Mahfud MD Sambut Positif Putusan MK Hapus Ambang Batas 20 Persen Pencapresan
Ia menjelaskan bahwa dalam risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Ambang batas yang menggunakan hasil Pemilu sebelumnya dinilai merugikan partai baru yang lolos menjadi peserta pemilu.
“Partai politik baru secara otomatis kehilangan hak konstitusionalnya untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden,” tambah Saldi.

Hakim Berbeda Pendapat: Putusan Tidak Sah?

Meskipun mayoritas hakim MK sepakat dengan pembatalan ini, dua hakim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh menilai permohonan ini tidak dapat diterima karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang sah.
Menurut Anwar dan Daniel, yang berhak mengajukan permohonan uji materiil terkait presidential threshold adalah partai politik atau gabungan partai politik yang berkaitan langsung dengan pencalonan presiden dan wakil presiden.
“Mahkamah tidak diperkenankan membatalkan undang-undang jika norma tersebut merupakan delegasi kewenangan yang dapat ditentukan oleh pembentuk undang-undang,” ujar keduanya dalam pendapat tertulis yang diunggah di laman resmi MK.

Dampak Putusan MK terhadap Pilpres 2029

Dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden, dinamika Pilpres 2029 diprediksi akan lebih kompetitif. Partai-partai politik, termasuk yang baru lolos sebagai peserta pemilu, kini memiliki peluang lebih besar untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa terkendala syarat minimal perolehan suara di parlemen.
Pengamat politik memandang putusan ini sebagai langkah maju dalam memperkuat demokrasi dan membuka ruang yang lebih luas bagi kontestasi politik di Indonesia.
Keputusan MK menghapus presidential threshold 20 persen dipandang sebagai langkah monumental dalam reformasi pemilu. Meski memicu perdebatan, putusan ini diyakini mampu memperkaya pilihan kandidat dan memperkuat demokrasi di Indonesia. Namun, tantangan baru terkait kesiapan partai politik dan mekanisme pencalonan akan menjadi perhatian menjelang Pilpres 2029.

(akbar endra – AE)