Jumrah dalam ibadah haji mengandung makna mendalam—dari pengusiran setan hingga manfaat kesehatan dan ketenangan jiwa.
menitindonesia – Di HAMPARAN Mina yang membentang, jutaan langkah bergema.
Tak ada sorak, tak ada hiasan.
Yang ada hanyalah hati yang tunduk, tangan yang menggenggam batu,
dan jiwa yang pasrah dalam keheningan.
Setiap lemparan jumrah bukan sekadar lontaran batu kecil—
ia adalah lontaran dari hati:
membuang amarah, dengki, hawa nafsu, dan godaan dunia.
Sebuah ikrar sunyi yang tak terucap,
namun disaksikan langit, dicatat oleh para malaikat.
“Ya Allah, aku tinggalkan semua bisikan syaitan. Aku kembalikan hidupku kepada-Mu.”
Itulah doa yang menggema dalam dada para peziarah.
Meski tak bersuara, ketulusannya mengguncang Arsy-Nya.
Prof Taruna Ikrar memberi makna lempar jumrah dan manfaat spiritual haji
Namun, di balik spiritualitas yang dalam,
lempar jumrah juga mengandung hikmah kesehatan.
Berjalan kaki dari tenda ke tempat jumrah—berjam-jam lamanya—
adalah bentuk aktivitas fisik yang alami:
menggerakkan tubuh, melancarkan sirkulasi darah,
mengaktifkan otot dan sendi yang lama tak digunakan.
Lemparan yang diulang dengan kesungguhan,
melatih koordinasi, konsentrasi, dan pelepasan emosi.
Sebuah bentuk detoks mental dan jasmani.
Sebab dalam setiap batu yang dilempar,
tersimpan tekanan, stres, dan beban hidup yang selama ini dipikul.
Maka saat batu itu terlepas dari tangan,
bukan hanya syaitan yang diusir—
tetapi juga racun-racun dalam jiwa dan raga.
Ini bukan ritual kosong.
Ini adalah jihad total:
jiwa, raga, dan seluruh harapan,
disatukan dalam ikrar suci:
“Aku adalah hamba-Mu, ya Allah. Dan hanya kepada-Mu aku kembali.”