Kepala BPOM Prof. Taruna Ikrar meninjau fasilitas pelayanan kefarmasian di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, didampingi Direktur RSUD Dr. Soetomo Prof. Cita Rosita Sigit Prakoeswa. Kunjungan ini memperkuat sinergi BPOM dan rumah sakit dalam menjamin mutu obat dan keselamatan pasien.
Kepala BPOM Prof. Taruna Ikrar kunjungi RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Kamis (23/10/2025). Tegaskan sinergi regulator dan rumah sakit dalam menjaga mutu obat dan keselamatan pasien.
menitindonesia, SURABAYA — Lorong utama RSUD Dr. Soetomo tiba-tiba ramai oleh langkah cepat para perawat dan bunyi roda brankar yang melintas. Di tengah hiruk-pikuk itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., berjalan dengan langkah pasti. Tatapannya tajam, namun senyumnya ramah.
Taruna Ikrar datang bukan untuk berkunjung — tapi menegaskan sebuah misi besar: menjaga mutu pelayanan kefarmasian di jantung rumah sakit terbesar di Jawa Timur.
“Rumah sakit adalah mitra penting bagi BPOM. Di sinilah mutu dan keselamatan pasien benar-benar dipertaruhkan,” ujar Taruna, membuka sambutannya di hadapan Direktur RSUD Dr. Soetomo, Prof. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, beserta jajaran direksi dan tenaga medis.
Nada suaranya datar tapi tegas. Setiap kalimat mengandung pesan bahwa tugas pengawasan obat adalah bagian dari pengabdian pada bangsa.
Kesehatan sebagai Sistem
Dalam pandangan Taruna, kesehatan publik tidak bisa dipisahkan dari sistem yang utuh: regulasi, pengawasan, hingga edukasi.
“BPOM hadir bukan hanya di pabrik atau laboratorium,” katanya. “Kami memastikan dari hulu ke hilir, setiap obat yang sampai ke pasien telah melewati rantai distribusi yang benar dan aman.”
Ia mengutip Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai payung hukum utama, didukung UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dan PP Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, BPOM diberi mandat mengawasi seluruh proses produksi dan peredaran obat, alat kesehatan, serta pangan olahan di Indonesia.
Namun di balik regulasi itu, Taruna menyelipkan pesan moral: bahwa kepercayaan publik terhadap obat—dan terhadap negara—lahir dari integritas sistem pengawasan. “Obat yang bermutu adalah simbol negara yang peduli pada warganya,” ujarnya.
Ketegasan itu bukan tanpa dasar. BPOM memiliki kewenangan penindakan terhadap pelanggaran di bidang farmasi. Ia menyebut pasal 435 dalam UU Kesehatan, yang menjerat siapa pun yang memproduksi atau mengedarkan obat tak memenuhi syarat dengan pidana hingga 12 tahun penjara atau denda Rp5 miliar.
Tapi Taruna tak ingin BPOM hanya dikenal karena ketegasannya. Ia ingin lembaga ini berdiri sejajar dengan otoritas regulator dunia.
Melalui keanggotaan dalam Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) dan kemitraan dengan United States Pharmacopeia (USP), BPOM perlahan membangun reputasi global.
Kepala BPOM Prof. Taruna Ikrar memimpin dialog bersama jajaran RSUD Dr. Soetomo di Surabaya. Dalam kunjungan tersebut, ia menegaskan komitmen BPOM untuk berada di garis depan menjaga keamanan obat dan kesehatan masyarakat: “Kesehatan adalah tanggung jawab bersama, dan kami di BPOM memilih berada di garis depan menjaganya.
“Target kami jelas,” katanya, “Indonesia harus diakui sebagai WHO Listed Authority (WLA). Itu artinya sistem regulasi kita sejajar dengan sekitar 30 negara maju.”
Di balik pernyataannya, tersirat visi besar: menjadikan pengawasan obat bermetamorfosis menjadi sarana diplomasi kepercayaan global.
Menjaga Farmasi di Garis Depan
Bagi Taruna, rumah sakit adalah simpul penting dalam rantai keamanan obat. Di sinilah teori dan praktik bertemu. Ia menyoroti peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sebagai penjaga terakhir mutu dan keamanan sediaan farmasi.
“Tata kelola di IFRS menentukan nasib pasien,” ujarnya. “Satu kesalahan kecil dalam penyimpanan bisa mengubah obat menjadi racun.”
BPOM, katanya, terus memperkuat peran ini melalui Peraturan Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
Regulasi itu menjadi dasar bagi 76 Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan dan pendampingan di lapangan.
Taruna menegaskan, BPOM siap mendampingi RSUD Dr. Soetomo agar tata kelola obat berjalan sesuai standar. “Ini komitmen moral untuk memastikan setiap pasien mendapatkan haknya: obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat,” katanya.
Jejak Pemimpin Sains dan Moralitas
Di balik sosok ilmuwan dunia yang dikenal piawai dalam neurosains, Taruna Ikrar menampilkan wajah baru birokrasi yang berpihak pada kemanusiaan.
Ia bicara tentang mutu obat dengan bahasa nilai, bukan angka atau sertifikasi. “Kesehatan adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya sebelum meninggalkan aula rumah sakit. “Dan kami di BPOM memilih untuk berdiri di garis depan menjaga itu.”
Di ruang itu, semangat untuk menjaga mutu dan keselamatan pasien seolah menemukan rumahnya — antara ilmuwan, regulator, dan tenaga medis, yang sepakat bahwa kesehatan bukan hanya soal pelayanan, tapi juga pengabdian. (akbar endra)