Garuda Indonesia Sudah Bangkrut, Said Didu: Menteri BUMN Harus Cari Cara, Selamatkan Atau Bubarkan Saja

Maskapai penerbangan Garuda Indonesia Airline. (Foto: doc_Garuda)

menitindonesia, JAKARTA – Garuda Indonesia kembali alami kesulitan keuangan. Setahun pascacovid-19, utang maskapai pelat merah ini mencapai Rp70 triliun.
Permasalahan maskapai Garuda Indonesia Airline saat ini, menurut Sekretaris Kemententerian BUMN 2005-2010, Muhammad Said Didu, ibaratnya seperti pasien di ICU yang sudah memakai ventilator akibat akumulasi penyakit yang sudah lama.
Said Didu menjelaskan ada tiga indikator pewrmasalahan dalam menajemen Garuda yang harus dicermati, yaitu cash flow, neraca dan ekuitas.
“Cash flow sudah minus Rp16 triliun, neraca hutang itu Rp70 triliun, kemudian ekuitas minus Rp41 triliun. Kalau dimasukkan, ekuitas saja minus ditambah hutang, berarti Rp111 teriliun. Bayangkan harga pesawat Boing 737 pada saat normal, itu sekitar Rp500 milyar. Berarti ada 200 pesawat yang harus dijual baru bisa kembali normal ekuitas dan hutang. Itu memang sangat berat,” kata Said Didu, Jumat (4/6/2021).
Lanjut, Said Didu mengatakan karena kondisi maskapai kebanggan bangsa Indonesia ini sudah di ambang kebangkrutan, ia menyarankan Menteri BUMN Erick Thohir segera menemui Presiden Jokowi dan DPR, untuk mempertegas apakah Garuda Indonesia masih diperlukan atau tidak?
“Kalau sudah tidak perlu harus dipikirkan jalannya seperti apa, begitu juga kalau masih perlu kita juga pikirkan jalannya seperti apa. Saya sarankan sikap itu dulu diambil baru mengambil cara, kalau tidak nanti goyang lagi,” ucap Said Didu.
Ia meminta pemerintah harus menghitung ulang dan mengurangi semua beban Garuda, serta melakukan negosiasi trust atau restrukturusi.
Penerbangan kebanggaan bangsa Indonesia ini, kata dia, kini dalam kondisi kritis. Keuangan maskapai pelat merah itu dalam keadaan terpuruk sehingga pemerintah harus beruupaya untuk menyelamatkannya atau sekalian membubarkannya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, pandemi COVID-19 bukanlah masalah terbesar yang dihadapi Garuda, melainkan penyewa pesawat (lessor) karena sebagian terlibat dalam tindakan koruptif dengan manajemen lama.
“Industri penerbangan, mau yang punya pemerintah atau swasta, sangat terdampak. Tentu kita tidak boleh menutup diri atau berdiam diri, kita harus melakukan terobosan, harus melakukan perbaikan, tidak mungkin didiamkan,” ujar Erick.
Sementara itu, Dirut Garuda, Irfan Setiaputra menjelaskan, bahwa tugas manajemen Garuda Indonesia hanya memberi laporan kepada pemegang saham )pemerintah).
“Manajemen Garuda menjamin Garuda akan tetap beroperasi, apapun yang terjadi Garuda akan tetap terbang,” pungkas Irfan. (roma)