menitindonesia, MAKASSAR – JPU KPK menghadirkan sejumlah saksi utama dalam sidang lanjutan Gubernur Sulsel non aktif, Prof HM Nurdin Abdullah (NA) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (7/10/2021).
Mereka adalah Eks Ajudan NA, Syamsul Bahri (SB) dan Muhammad Salman Natsir, serta Eks Kabiro BPJ Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti (SP). Mereka dimintai keterangannya terkait kasus dugaan suap proyek infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel.
Eks Ajudan NA, Syamsul Bahri (SB) mengungkap fakta baru terkait kardus yang dititipkan oleh Rober Wijoyo kepada Nurdin Abdullah. Kata dia, kardus yang diterima di Jl Perintis Kemerdekaan itu dibawa ke Rujab Gubernur Sulsel.
Dari dakwaan JPU KPK, kardus tersebut diduga uang titipan dari Rober Wijoyo kepada NA senilai Rp1 M. Namun dakwaan tersebut justru dikoreksi oleh Syamsul Bahri dihadapan Hakim Ketua, Ibrahim Palino, JPU KPK, dan PH NA.
“Saya bawa kardus itu ke rujab. Saya lapor ke Pak NA dan beliau bilang simpan saja di atas meja makan. Isinya saya tidak tahu,” katanya.
“Saya tidak buka isinya. Saya hanya berandai-andai kalau isinya uang. Tapi sebenarnya saya tidak tahu,” tambah Syamsul Bahri.
Hakim Ketua, Ibrahim Palino pun merespons kesaksian Syamsul Bahri. “Jadi dalam BAP, Anda tau dari mana kalau kardus itu adalah uang?,” tanya Ibrahim Palino kepada Syamsul Bahri.
“Itu cuma pemikiran saya saja karena beliau (Rober) adalah pengusaha. Jadi saya fikir itu adalah uang. Saya cuma berandai-andai,” jawabnya kepada hakim ketua.
Dalam persidangan sebelumnya, saksi Rober Wijoyo juga membantah dakwaan JPU KPK. Kardus bukan berisikan uang Rp1 M, melainkan sampel beras tarone khas Kabupaten Luwu Utara sebanyak 10 kilogram untuk NA.
“Isinya bukan uang, tapi beras. Intinya saya mau Pak NA coba beras Tarone. Harganya waktu itu Rp15 ribu per kilo. Selain pak NA, tidak ada lagi pejabat di Pemprov Sulsel yang saya kasih,” tegas Rober Wijoyo beberapa waktu lalu.
Waktu itu, Nurdin Abdullah juga membenarkan terkait adanya pemberian beras khas Kabupaten Luwu tersebut, dari Rober kepadanya.
“Ijin meluruskan yang mulia agar pemahaman kita sama. Jadi beras itu diserahkan ke saya dan rasanya lebih enak daripada beras Jepang sehingga saya sarankan untuk dijadikan verietas unggulan,” pungkasnya. (andi esse)