menitindonesia, YOGYAKARTA — Pj Sekprov Sulsel, Andi Muhammad Arsjad, menjadi Narasumber di Rapat Tim Percepatan Inflasi Daerah (TPID) yang dilaksanakan di Hotel Grand Mercure Yogyakarta, Selasa (24/10/2023).
Rapat ini mengangkat tema Sinergi dan Koordinasi dalam Mitigasi Risiko Inflasi Pangan.
Pada kesempatan itu, Pj Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Andi Muhammad Arsjad menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah mengundang dirinya sebagai perwakilan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Menurut Andi Muhammad Arsjad, ada dua hal utama yang menjadi fokus Pemprov Sulsel. Yang pertama adalah bagaimana menjaga produktivitas dan ketersediaan. “Inilah sebagai strategi utama kami,” kata Arsjad.
Kemudian, kata Arsjad, yang kedua adalah bagaimana menjalankan komitmen dan arahan dari pimpinan dalam hal ini Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin.
Dalam kesempatan itu, Andi Muhammad Arsjad mengatakan, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu Provinsi penghasil beras terbesar di Kawasan Indonesia Timur (KIT), juga sebagai lumbung pangan nasional. Dimana, produksi gabah kering giling kurang lebih 5 juta, dan untuk beras sebesar 3 juta, dimana kebutuhan kita sebesar 1 juta. Sehingga, Pemprov Sulsel mengalami surplus sebesar kurang lebih 2 juta ton.
“Inilah yang kemudian Bapak Pj Gubernur diundang ke Jakarta untuk menerima penghargaan Satyalancana Wirakarya terkait peningkatan produktivitas ini,” ucapnya.
Menurut Andi Muhammad Arsjad, mengenai persoalan inflasi ini, ketersediaan menjadi kuncinya. Bagaimana Sulsel, menjaga ketersediaannya dan menjaga produktivitasnya. Melalui program mandiri benih, Pj Gubernur memberikan benih untuk 100 ribu hektare secara gratis. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi gagal panen.
“Kemudian, kita berupaya untuk fokus pada apa yang menjadi potensi kami. Sebagai daerah agraris, dimana pertanian menjadi supporting utama, maka ini menjadi potensi utama bagi kami. APBD kita mengarah ke penguatan infrastruktur untuk mendukung sektor pertanian, seperti pembangunan irigasi dan lainnya, sehingga ini bisa menjadi penguatan di sektor pertanian kami,” ungkapnya.
Terkait inflasi, kenapa Sulsel paling cepat upaya pengendaliannya, karena beberapa komoditi yang menyumbang inflasi, justru Sulsel yang menjadi produsen. Seperti, bawang merah, cabai merah, telur, beras, ayam ras, cabai besar dan lainnya.
Strategi yang dilakukan, lanjut Arsjad, bagaimana melakukan kerjasama antar daerah dulu, dan ini telah dibuktikan, antar daerah dimana daerah yang mengalami defisit, kita pertemukan dengan pihak produsen dari daerah lain, dan ini bagian dari strategi yang dilakukan.
Gubernur kemudian mengeluarkan surat edaran untuk mengatasi inflasi, dimana semua ASN diwajibkan menanam pohon cabai, dan ini dilakukan secara massif.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa Pemprov Sulsel juga membuat Pokja pengendalian inflasi, yang terdiri dari sebagian besar perangkat daerah dan ini secara rutin dievaluasi oleh Pj Gubernur. Tentu, sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) masing-masing.
Selain itu, secara rutin Pemprov Sulsel melakukan operasi pasar bersama pejabat daerah dan forkopimda. Pj Gubernur turun langsung, dan ini didorong untuk kabupaten kota, sehingga menjadi gerakan bersama untuk mengendalikan inflasi.
“Pada prinsipnya kunci dari keberhasilan ini adalah keterpaduan dengan tim yang ada, dan ini tidak berhenti setelah rapat koordinasi, tapi bagaimana semua jajaran pemerintah ikut melakukan kegiatan-kegiatan itu,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, dalam laporannya Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono, menyampaikan, inflasi DIY berdasarkan dari data BPS DIY 2022 tercatat 6,49 persen mengalami peningkatan seiring pengaruh faktor global dan perbaikan-perbaikan secara domestik dan pemulihan ekonomi.
Namun, di 2023 pada September inflasi DIY melandai, berdasarkan dari data BPS DIY pada September 2023 sebesar 0,29 persen. Dimana pada bulan Agustus 2023 yang mengalami deflasi sebesar 0,04 persen. Secara kumulatif, dari Awal Januari hingga September 2023 inflasi DIY menjadi 2,18 persen.
“Meski secara bulanan mengalami kenaikan, tapi secara tahunan inflasi DIY cenderung melandai yang diakui tercatat sebesar 3,30 persen dibanding tahun September tahun 2022 yang sebesar 6,49 persen,” ucapnya. (*)