Dr. Hasrullah, MA - Pakar Komunikasi Politik dan Dosen FISIP Universitas Hasanuddin. (foto: dok Int)
Tak sadar Covid-19 – Prilaku kandidat di Pilwalkot Makassar yang senang mengumpulkan massa, mendapat sorotan. Mereka dinilai tak sadar Covid-19. Bahkan, Dr. Hasrullah, MA menganggap mereka telah menjadikan Makassar sebagai Rumah Covid-19. Peran kontrol Badan Pengawas Pemilu, pun dinilainya tumpul.
menitindonesia.com, MAKASSAR – Jumlah pasangan calon di Pilkada serentak 2020 yang terpapar Covid-19, semakin bertambah. Menurut pengamat politik Universitas Hasanuddin, Dr. Hasrullah, MA, khusus di Makassar, pencegahan Covid-19 di masa Pilkada sudah bablas.
“Para kandidat Pilkada Makassar menunjukkan sikap tak sadar Covid-19. Mereka gemar mengumpulkan warga, padahal justru itu rawan menyebarkan virus corona yang mengancam nyawa warga Makassar,” kata Hasrullah.
Dia juga mengingatkan, sudah dua orang kandidat Pilkada 2020 di Sulawesi Selatan yang terpapar Covid-19, yakni di Kabupaten Luwu dan Luwu Utara terkonfirmasi Covid-19. “Mestinya itu jadi pelajaran kandidat Pilwalkot, karena Makassar adala barometer. Kalau prilaku mereka tidak sadar Covid-19, akan jadi preseden bagi kandidat lain di daerah,” ujar Dosen FISIP Unhas itu.
Dia juga mengaku prihatin melihat kecerobohan kandidat Pilkada yang mengabaikan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Hasrullah bilang, di kampus tidak dilakukan tatap muka, malah sekolah-sekolah diliburkan untuk menghindari tatap muka karena mau mencegah rantai penyebaran Covid-19.
Ironisnya, kata Hasrullah, justru para kandidat yang mengaku punya sekolah, dengan entengnya mengumpulkan warga dan melakukan acara tatap muka di tengah pandemi. “Itu menandakan bahwa mereka tidak siap jadi pemimpin, mereka hanya berlomba-lomba mencari suara agar dipilih dan berkuasa. Prilaku mereka itu sangat tidak cerdas,” ujarnya.
Dia juga mengeritik sikap Bawaslu yang terkesan masa bodoh dan melakukan pembiaran. “Mestinya Bawaslu menegur kandidat yang masih melakukan kegiatan yang mengumpulkan massa. Kalau ini dibiarkan, itu sama saja kita membiarkan para kandidat di Pilwali membunuh warga,” kata Hasrullah, Jumat (11/9).
Pakar ilmu komunikasi politik ini menganggap kandidat di Pilkada masih banyak yang menggunakan pola tradisional. Misalnya, kata dia, tatap muka dan berceloteh di depan warga sama seperti penjual obat di pasar yang senang dikerumuni. “Pola itu sudah ketinggalan, apalagi di masa pandemi Covid-19,” sindir Hasrullah.
Lanjut, Hasrullah bilang, mestinya kandidat sosialisasi dengan memanfaatkan media sosial dan media mainstream, seperti portal-portal berita online.
“Kalau mereka cerdas, gagasannya disebar untuk mempengaruhi opini publik, bukan malah mengumpulkan massa dan tebar pesona, itu justru rawan mereka terpapar atau justru mereka (atau timnya) menulari warga virus,” ujar penulis buku best sellerOpium Politik dan Dramaturgi, itu. (andiesse)