Bedah Buku –Unhas pernah memiliki Rektor yang legendaris. Prof Dr Ir H. Fachruddin adalah rektor yang paling banyak dikenang generasi setelahnya. Ia memberi tauladan, bagaimana seorang akademisi jika ia diberi amanah: menjadi contoh yang baik dan melahirkan generasi yang berkualitas. Ketauladanan Fachruddin itu, diungkap Prof Dwia, generasi yang pernah dididiknya.
menitindonesia.com, MAKASSAR – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel menggelar bedah buku autobiografi Prof Dr Ir H Fachrudin Separuh Jiwaku untuk Unhas di Hotel Mercure, Makassar, Kamis (17/9/2020), kemarin.
Hadir sebagai narasumber Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dr Hj Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, Putri Fatimah Nurdin Abdullah, SE, M.SI, PhD (cucu pertama Prof Fachrudin), dan Bachtiar Adnan Kusuma yang juga editor buku ini.
Bedah buku yang berlangsung dengan protokol kesehatan ketat ini, dibuka Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel, Hasan Sijaya, SH, MH.
Prof Dwia menyebut almarhum Prof Fachrudin sebagai sosok yang langka. Sebab, mantan Rektor Unhas ini sukses dalam karier dan rumah tangga. Karier Prof Fachruddin, nyaris paripurna: sukses berkarier sebagai akademisi, birokrat di Pemprov Sulsel, dan pernah duduk di kursi parlemen.
Prof Dwia bilang, banyak jejak tapak atau legacy yang ditinggalkan Prof Fachrudin di Unhas. Antara lain membuka fakultas-fakultas favorit dan program pascasarjana.
“Dia juga sosok langka karena meski menjadi perintis hadirnya Fakultas Pertanian Unhas, namun enggan menjadi dekan pertama di fakultas itu,” ujar Prof Dwia.
Satu lagi, yang paling mengesankan: Prof Fachrudin menolak menjadi rektor untuk periode kedua. Alasannya, ia ingin memberi kesempatan figur lain memimpin Unhas. Prinsip dia, pemimpoin, itu harus memiliki kader, penerus. Jangan dihambat dengan menguasai jabatan terlalu lama.
Dalam diskusi ini, juga terungkap, kehidupan rumah tangga Prof Fachruddin. “Jejak keberhasilan Prof Fachrudin terlihat dari anak-anaknya yang kini sukses di berbagai bidang. Termasuk menjadi akademisi,” ungkap Prof Dwia.
Sementara itu, juga cucu pertama, Putri Fatimah – buah hati pasangan Prof Dr Ir Nurdin Abdullah-Ir Lies Fachrudin, M.Fish – mengenang sang kakek sebagai teman diskusi yang asyik.
Putri Fatimah yang tinggal di rumah kakeknya di Jl Kartini, Makassar bilang, semasa sekolah di SMP, ia menyebut Prof Fachrudin ensiklopedia berjalan. Karena hampir semua pertanyaan yang berkaitan dengan tugas sekolahnya, mampu dijawab sang kakek tanpa menggurui.
Sebelum bedah buku, panitia menghadirkan beberapa ‘murid’ Prof Fachrudin memberikan testimoni. Mereka menyebut Fachrudin pribadi yang sederhana, sangat detil untuk hal-hal yang ilmiah, dan suka membantu.
Ikut memberi testimoni, salah seorang putra Prof Fachrudin, Taufik Fachrudin. Ia mengenang sang ayah sebagai sosok yang menyukai kesederhanaan.
Salah seorang menantu Prof Fachrudin, Sulprian yang pernah berkarier sebagai notaris, juga menyebut almarhum sosok yang sederhana.
Pada momen ini, dari keluarga almarhum Prof Fachrudin-Is Fachrudin hadir tiga buah hatinya, yakni Taufik Fachrudin, Vien Fachrudin, dan Iqbal Fachrudin.
Bedah buku ini dihadiri ratusan peserta yang terdiri atas pegawai perpustakaan, akademisi, jurnalis, dan pegiat literasi. (andiesse)