Emha Ainun Najib bersuara – Ia menyoroti polemik antara Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran vs Front Pembela Islam, yang berujung pada tewasnya 6 orang pengawal Imam Besar Habib Rizieq yang dibunuh oleh anak buah Fadil. “Bersikap keraslah kepada orang munafik, yaitu orang menuding yang bukan berdasarkan kenyataannya,” kata Cak Nun.
menitindonesia, MAKASSAR – Cendekiawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun mengomentari masalah yang makin pelik: Habib Rizieq Shihab dengan Polda Metrojaya. Cak Nun mengatakan bahwa aparat dengan FPI bukan cuma memperoleh izin, tapi bahkan perintah dari Allah untuk beperang.
“Pemerintah Indonesia dengan TNI dan Polrinya maupun Muhammad Rizieq Syihab dengan FPInya sudah memperoleh bukan hanya izin, tapi bahkan perintah dari Allah untuk berperang,” kata Cak Nun dalam keterangan tertulis, dikutip Hops.id pada (11/12/2020).
Pernyataan itu bukan tanpa sebab, ia merujuk pada sebuah ayat yang mengatakan adanya kewajiban untuk berperang.
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
“Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka,” tulis Cak Nun.
Berdasarkan perintah perang yang terdapat pada kutipan tersebut, Cak Nun mempertanyakan sosok kafir dan munafik seperti apa yang dimaksud.
Menurut Cak Nun, ketika seseorang menuding yang bukan berdasarkan kenyataannya itulah yang dimaksud kafir dan munafik.
Ia menyayangkan situasi politik panas yang kini merebak di tanah air, bahkan banyak di antara masyarakat yang saling menyalahkan satu sama lain.
“Kafir dan munafik itu yang mana? Kafir dan munafik menurut siapa? Kita masing-masing menuding yang bukan kita itulah yang kafir dan munafik. Kita sudah sampai pada suatu situasi dan pemetaan politik kebangsaan di mana kita saling mengkafirkan dan memunafikkan, bisa dengan bahasa yang berbeda-beda,” tutur Cak Nun.
Dalam hal ini, ia mengambil contoh pertentangan antara aparat Polda Metro Jaya dan pentolan Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab (HRS).
Dia melihat, kedua belah pihak sudah memiliki pola pikir dan dasar argumentasinya masing-masing untuk berbenturan satu sama lain, dengan landasan nilai yang masing-masing sangat meyakininya.
“Kepada siapa saja yang merasa ditindas atau dianiaya oleh kekuatan kafir dan munafik, Allah memerintahkan ‘jahidul kuffar walmunafiqun‘. Masing-masing merasa benar dan baik, sehingga wajib memerangi yang ingkar dan hipokrit,” sambungnya.
Permasalahan antaran Habib Rizieq Shihab dengan aparat dinilai Cak Nun bukanlah soal nasionalisme, ataupun keutuhan Indonesia di masa depan, melainkan tentang permasalahan sakit hati yang membekas kemudian berujung pembalasan dan penyerangan.
“Ini bukan soal Persatuan dan Kesatuan. Kita ini tidak inklusif. Masing-masing kelompok kepentingan di antara kita ini eskeklusif. Ini bukan nasionalisme. Ini bukan kebersamaan dan keutuhan untuk masa depan. Ini bukan kemashlahatan seluruh rakyat. Ini masalah sakit hati dan penyerangan. Ini soal dendam dan pembalasan. Kita bukan Malaikat, kita manusia biasa,” ujarnya.
Pernyataan itu diungkapkan Cak Nun untuk menyindir kedua pihak yang kerap bertentangan dan sulit mencari jalan tengah dalam sebuah musyawarah. Terlebih hal tersebut merupakan akibat dari selalu mengedepankannya amarah dalam segala kondisi.
“Pokoknya lampiaskan saja. Kita sudah membangun sistem dan atmosfer ammarah bis-su`i bersama-sama,” imbuhnya. #andiesse