Koordinator ACC dan Koordinator FAK Sulawesi. (Foto: Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Koordinator Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Kadir Wakanobun, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi agar segera mengusut nama-nama kontraktor, ASN Pemprov, Pejabat Kemendagri maupun nama anggota BPK yang terungkap di fakta sidang yang dibacakan hakim sebelum menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Gubernur non aktif Prof Nurdin Abdullah (NA), terpidana kasus gratifikasi proyek infrastruktur Sulsel,
“Terkait dengan nama-nama kontraktor, ASN Pemprov, Pejabat Kemendagri maupun nama anggota BPK yang terungkap di fakta sidang, kami mendesak KPK untuk segera mengusutnya,” kata Kadir Wakanobun, melalui keterangannya, Rabu (1/12/2021).
Kadir menambahkan, penyuapan terhadap pejabat pemerintahan yang dilakukan oleh pengusaha/swasta mrupakan tindak pidana, karena pemberian uang sogok dan sebagainya bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat yang disuap.
“Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana suap diatur dalam Pasal 209 ayat (1), Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; bisa dihukum minimal 2 tahun penjara,” ujarnya.
Selain itu, Kadir juga mendorong Jaksa KPK atas vonis hakin yang dinilai ringan terhadap NA. Menurutnya, tuntutan Jaksa KPK, dituntut 6 tahun namun vonisnya hanya 5 tahun.
“Kan terjadi pemangkasan hukuman subsider atas denda jika tak dibayarkan. Di mana terdakwa hanya diganjar subsider 4 bulan kurungan ketika tak membayar denda. Sementara pada tuntutan jaksa KPK sebelumnya, terdakwa diganjar subsider pidana selama 6 bulan kurungan,” ucap Kadir.
Putusan ini juga, lanjut dia, juga mendapatkan kortingan hukuman pengganti berupa pengurangan nilai uang pengganti sebesar Rp1 miliar.
“Hakim hanya mengganjar terdakwa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar ditambah 350.000 dollar Singapura. Sementara, pada tuntutan Jaksa KPK, terdakwa dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp3,187 miliar ditambah 350.000 dollar Singapura. Jadi Jaksa harus banding!” tegas Kadir Wakanobun.
Sementara itu, terpisah, Koordinator Forum Anti Korupsi (FAK) Sulawesi, Ahmad Mabbarani, meminta Ketua KPK, Firli Bahuri menugaskan kembali penyelidik dan penyidik KPK ke Sulawesi Selatan untuk menyusuri dugaan kasus korupsi lainnya yang melibatkan sejumlah oknum Bupati di Sulsel.
“Setelah NA divonis 5 tahun penjara, bukan berarti kasus korupsi sudah selesai di Sulsel. Masih ada beberapa nama oknum kontraktor yang berkali-kali namanya di sebut dalam fakta persidangan yang dibacakan hakim, saat sidang vonis terdakwa kemarin,” ujar Ahmad Mabbarani.
Sangat jelas, kata dia tak hanya Agung Sucipto yang harus dihukum, tapi juga oknum kontraktor yang sengaja datang ke rumah NA untuk membujuk NA menerima biaya operasional.
Bahkan, menurut Ahmad Mabbarani, sangat jelas hakim menyebut nama-nama mereka dan menjelaskan kronologi gratifikasi yang dialami NA, hingga sampai di acara pengantin sekalipun, NA masih dibujuk oknum kontraktor untuk menerima biaya operasional dari dia sebesar Rp1 milyar.
“Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Pak Firli Bahuri, saya mohon untuk kembali menugaskan penyelidik dan penyidik KPK ke Sulsel. Justru setelah NA divonis, kita sudah punya bukti awal siapa saja kontraktor yang memelihara oknum Bupati di Sulsel ini dengan cara menyuap mereka demi menguasai proyek di daerah ini. Gubernur saja mereka bisa kuasai, apalagi Bupati,” ujar Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad Mabbarani mengatakan, para oknum kontraktor yang disebut-sebut namanya dalam persidangan dan menjadi bukti jika NA menerima gratifikasi, jika tidak diusut KPK, maka menurut dia, akan menjadi preseden bahwa menyuap pejabat pemerintahan bukan pidana.
“Nanti orang awam bisa mengatakan, memang hanya ditimpakan kepada pejabat penerima suap saja, yang memberi suap dianggap dermawan,” tandasnya. (andi ade zakaria)