LSM Pekan 21 Sorot Sikap Arogansi Kepala Desa dan Kepala Dusun di Maros, Ini Kasusnya


menitindonesia, MAROS — Proses pengalihan dan pengoperan hak atas tanah di Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, marak dilakukan oknum kepala desa (Kades) dan kepala dusun (Kadus).
Kadus Matana Desa Tellupoccoe diduga terindikasi menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya selaku Kepala dusun serta kepala desa ikut serta dalam hal pengalihan tanah garapan.
Bukan hanya itu, Camat Marusu dianggap kurang pengawasan terhadap oknum Kadus dan Kades di Marusu, sehingga perbuatan Kadus tersebut menimbulkan keresahan dan kekisruhan di tengah masyarakat.
Sekjend Pekan 21 Amir Kadir menegaskan, dugaan perbuatan Kadus Matana Desa Tellumpoccoe Kecamatan Marusu Kabupaten Maros disinyalir terjadi di beberapa desa di kecamatan Marusu yang selalu menerbitkan surat-surat keterangan berkaitan pengalihan dan pengoperan hak atas tanah. Lantaran hal ini bisa menyalahi wewenang karena tidak dikoordinasikan ke camat selaku pejabat penguasa wilayah.
Salah satu contoh kasus, dimana Kadus dalam mengeluarjan surat keterangan pernyataan objek surat keterangan garapan dalam keadaan tidak dalam sengketa, akan tetapi dalam waktu tidak berselang bulan oknum Kadus kembali menerbitkan surat keterangan rincik letter C dengan objek yang sama. Sehingga hal ini dapat menimbulkn masalah dikemudian hari yang dapat merugikan semua pihak baik pemerintah swasta dan masyarakat pada umummnya.
Sementara itu, kekuatan hukum surat keterangan tanah Kepala Desa dalam transaksi jual beli tanah ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah akan memperoleh kekuatan hukum yang sah apabila diketahui oleh camat selaku pemjabat pembuat akta tanah. Dengan dasar hukum berdasarkan Penjelasan Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Status tanah garapan tidak bisa diubah statusnya menjadi hak milik, ketika lahan tersebut sudah dilekati oleh suatu hak kepemilikan seseorang.
Sebagaimana yang tercantum dalam UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) pada Pasal 20 dalam Ayat (1), yang menyatakan bahwa hak milik merupakan hak terpenuhi dan terkuat.
Amir Kadir juga menyayangkan camat Marusu yang terkesan tinggal diam terhadap perbuatan oknumnya di dusun dan di desa.
“Karena seenaknya membuat surat keterangan yang berkaitan dengan pengalihan dan pengeluaran hak atas tanah yang kemudian diproses oleh PPAT Notaris,” tegas Amir Kadir.
Kondisi ini diakuinya, di kemudian hari berpotensi menimbulkan konflik permasalahan yang dapat merugikan semua pihak. (*)