Ahmad Sahroni - Wakil Ketua Komisi III DPR RI. (ist)
menitindonesia, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengikuti ketentuan penyadapan yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Sahroni yakin aturan baru ini tidak akan menghambat kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
“Sebaiknya ikuti KUHAP, jangan gunakan aturan lain. Pedomani aturan yang ada, itu akan lebih baik,” ujar Sahroni saat dikonfirmasi, Rabu (26/3/2025).
Menurut Sahroni, sistem kerja KPK selama ini sudah baik sehingga aturan penyadapan yang baru tidak akan menimbulkan gangguan. “KPK punya sistem kerja yang baik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” tambahnya.
DPR vs KPK: Lex Spesialis atau Aturan Baru?
Sahroni menanggapi pernyataan KPK yang tetap berpegang pada lex spesialis, yaitu prinsip hukum yang menyatakan bahwa aturan khusus mengesampingkan aturan umum. Ia menilai jika ada dua aturan yang mengatur hal yang sama, maka yang harus digunakan adalah aturan terbaru.
“Kalau KUHAP sudah diperbarui, tidak bisa lagi menggunakan aturan lama. Semua harus ikut aturan yang terbaru, sesuai prinsip hukum,” tegasnya.
Meski demikian, Bendahara Umum Partai NasDem ini memastikan bahwa semua pihak, termasuk KPK, akan dilibatkan dalam pembahasan RUU KUHAP.
“Semua akan diajak berdiskusi agar tidak ada salah paham. Kita ingin aturan ini sesuai dengan harapan bangsa dan negara,” katanya.
KPK Pertahankan UU KPK sebagai Dasar Penyadapan
Sementara itu, KPK menyatakan tetap akan berpegang pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dalam melakukan penyadapan. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menegaskan bahwa kewenangan penyadapan KPK sudah diatur dalam regulasi tersebut.
“KPK menjalankan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan berdasarkan KUHAP, kecuali jika ditentukan lain dalam UU KPK. Selama ini prinsipnya lex spesialis,” ujar Fitroh, Senin (24/3/2025).
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menambahkan bahwa aturan penyadapan dalam RUU KUHAP bersifat umum dan berlaku bagi semua penyidik, termasuk Polri.
“Penyadapan yang diatur dalam KUHAP bersifat umum dan dapat dilakukan dalam perkara tindak pidana apa saja oleh penyidik yang berwenang,” jelasnya.
Tanak menegaskan bahwa KPK tetap akan berpatokan pada UU KPK dan tidak mengikuti aturan penyadapan dalam RUU KUHAP.
“Berdasarkan asas ‘lex spesialis derogat legi generalis’, KPK tetap berpegang pada UU KPK tanpa perlu mengikuti ketentuan di KUHAP,” tandasnya.