Tragis! Lahan Dibeli, Janji Dilanggar: Ni Made Sami Lawan Ketidakadilan di Balik Proyek Smelter PT SEI

Area proyek smelter PT SEI di Morowali Utara, pusat polemik pembebasan lahan dan sengketa hak milik warga.
  • Kisah tragis Ni Made Sami, petani di Morowali Utara, yang kehilangan hak atas tanah seluas 3 hektare akibat konflik pembebasan lahan proyek smelter PT SEI. Dari penipuan kepala desa hingga pencairan dana bermasalah, benarkah ada mafia lahan di balik proyek industri ini?
menitindonesia, MOROWALI UTARA – Di tengah gegap gempita pembangunan kawasan industri PT Stardust Estate Investment (SEI) di Morowali Utara, kisah memilukan dialami seorang perempuan petani bernama Ni Made Sami. Harapannya meraih ganti rugi atas lahan yang dibelinya berubah menjadi mimpi buruk penuh pengkhianatan, transaksi abu-abu, dan penelantaran hak.
BACA JUGA:
Proyek Migas Forel-Terubuk Diresmikan, Prabowo Dorong Swasembada Energi
Awalnya, Made membeli lahan 3 hektare di Dusun V Bungini dari Kepala Desa Bunta, Christol Lolo, seharga Rp30 juta pada 2019. Namun, lokasi lahan tak kunjung ditunjukkan. Ketika akhirnya diperlihatkan, lokasi tersebut ternyata tumpang tindih dengan lahan milik pihak lain. Masalah demi masalah pun muncul.
IMG 20250516 WA0000 11zon
Karikatur berita

Di Tengah Investasi, Petani Terluka

Setelah berkali-kali diminta pindah lokasi, Made menggarap lahan baru yang ternyata tidak layak—terendam air, sawit mati, modal hilang. Ironisnya, proses pembebasan lahan untuk proyek smelter PT SEI justru berjalan tanpa sepengetahuannya. Dana sudah cair, namun bukan ke tangannya.
BACA JUGA:
PM Australia: Indonesia Kunci Stabilitas dan Kemakmuran Indo-Pasifik
Dalam sebuah mediasi di Polres Morowali Utara, Kepala Desa Bunta malah mengingkari klaim Made, meskipun sebelumnya di rapat PT SEI, dia menyatakan tanah tersebut sah milik Made.
“Tanah saya dijual, tapi saya tidak pernah merasa menjualnya. Saya hanya minta keadilan!” tegas Made dengan nada getir.

Diduga Ada Skandal Dokumen

Persoalan makin kusut saat seorang bernama Agus Salim, yang pernah menemani Made ke polisi, mengaku sebagai kuasa hukum Made—klaim yang ditepis mentah-mentah olehnya. Belakangan, Salim justru menjadi kuasa hukum Kepala Desa Bunta dan menyarankan agar surat tanah Made dicabut.
Investigasi mendapati bahwa dokumen lahan yang digunakan untuk mencairkan dana pembebasan ternyata atas nama orang lain: Jhon Bate. Sementara lokasi yang ditunjukkan di peta pembebasan milik PT SEI justru mencocoki tanah milik Ni Made Sami.

Sengkarut Lahan yang Diduga Libatkan Orang Dalam

Abdul Hamid, saksi awal transaksi dan pendamping Made, mencurigai adanya keterlibatan orang dalam PT SEI dalam pencairan dana ganti rugi. Ia mendesak agar polisi tidak hanya mengejar dugaan penipuan, tetapi juga penggelapan dan penyalahgunaan wewenang.
“Kami mendesak penegakan hukum yang tuntas. Jangan hanya ni Made yang jadi korban. Di belakangnya masih ada 37 hektare lahan warga lain yang belum dibayar,” kata Hamid.
Gelar perkara laporan Made di Polres Morowali Utara dijadwalkan 2 Mei 2025. Namun, jawaban apakah keadilan akan benar-benar ditegakkan masih menjadi tanda tanya besar.
(tim Menit Indonesia)