Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar saat berdialog dengan jajaran International Cooperation Center – NDRC di Beijing, Tiongkok, dalam upaya memperkuat kolaborasi riset dan diplomasi ilmiah Indonesia–China di bidang obat dan kesehatan.
Dalam kunjungan diplomasi sains di Beijing, Kepala BPOM Prof. Taruna Ikrar menegaskan pentingnya kolaborasi riset antara Indonesia dan China. Ia menyebut kedua negara bukan sekadar mitra, tetapi keluarga ilmiah yang siap membangun kerja sama di bidang obat tradisional dan bioteknologi.
menitindonesia, BEIJING — Suasana ruang pertemuan di kantor International Cooperation Center of the National Development and Reform Commission of China (NDRC-ICC), Beijing, terasa hangat sekaligus sarat makna, pada Senin (10/11/2025).
Di balik meja panjang yang tertata rapi, duduk para pejabat tinggi lembaga riset dan industri farmasi Tiongkok—mulai dari Deputy Director NDRC-ICC, Mr. Cui Lin, hingga jajaran manajemen puncak Sinopharm, perusahaan farmasi raksasa negeri itu. Di hadapan mereka, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. Taruna Ikrar, menegaskan satu kalimat yang langsung memecah formalitas diplomatik: “Indonesia and China are not only partners — we are family.”
Kalimat itu menjadi pembuka yang mencairkan pertemuan strategis antara BPOM, KBRI Beijing, Etana, serta sejumlah entitas farmasi dan riset besar Tiongkok. Di balik pertemuan ini, terselip ambisi besar: membangun ekosistem kolaborasi yang bukan hanya transaksional, tapi berakar pada research, innovation, dan warisan budaya bersama — terutama di bidang traditional medicine dan biopharmaceuticals.
Menjalin Sains, Menghidupkan Tradisi
Dalam pertemuan tersebut, Prof. Taruna menekankan pentingnya penerapan konsep ABG — Academics, Business, Government — sebagai poros utama dalam membangun kolaborasi global yang produktif. Menurutnya, sinergi ketiga sektor ini mampu menggerakkan industri bernilai lebih dari Rp 6.000 triliun per tahun, serta mendorong proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
“BPOM siap menjadi jembatan yang memperkuat riset bersama, exchange of experts, dan seminar gabungan di bidang pendidikan, inovasi, serta pengembangan obat tradisional,” ujar Taruna.
Tiongkok, lanjutnya, bukan mitra dagang saja, melainkan strategic partner Indonesia dalam mengembangkan kerja sama ilmiah dan teknologi kesehatan yang berkelanjutan.
Sinopharm, Etana, dan Jamu Nusantara
Dari pihak Tiongkok, hadir dua institusi besar yang memainkan peran penting dalam industri farmasi global: China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm) dan Haikou National High-tech Industrial Development Zone.
Mr. Zhang Haoji, Deputy General Manager Sinopharm, mengungkapkan ketertarikannya memperluas kerja sama di bidang biopharmaceuticals dan obat tradisional. “Kami telah lama bekerja sama dengan Bio Farma, Kimia Farma, dan Etana. Ke depan, kami ingin memperdalam riset bersama di bidang traditional medicine,” ujarnya.
Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar (kiri) berjabat tangan dengan perwakilan International Cooperation Center – National Development and Reform Commission (NDRC) Tiongkok di Beijing. Pertemuan ini menandai langkah konkret dalam mempererat kerja sama ilmiah dan riset strategis antara Indonesia dan Tiongkok di bidang obat dan kesehatan.
Sinopharm sendiri dikenal sebagai pemain besar dalam pengembangan vaksin dan obat herbal modern. Sementara Etana — perusahaan bioteknologi asal Indonesia — telah membantu NDRC dalam berbagai proyek internasional selama beberapa tahun terakhir.
Satu hal menarik muncul dari pihak Haikou National High-tech Industrial Development Zone. Perwakilan mereka, Ms. Liao Yudong, menyampaikan ketertarikannya untuk menjajaki pasar Indonesia, meski mengaku belum familiar dengan sistem registrasi produk di Tanah Air. BPOM pun siap mendampingi, memastikan setiap langkah masuk ke pasar Indonesia sesuai dengan regulasi dan standar keamanan yang berlaku.
Saling Belajar dari Warisan Jamu dan Obat Timur
Dalam dialog yang berlangsung hampir dua jam itu, kedua pihak sepakat untuk memulai langkah konkret di bidang traditional medicines. Mr. Cui Lin, Deputy Director NDRC-ICC, mengakui reputasi Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekayaan jamu dan bahan alam terbaik di dunia.
“Kami mengagumi sistem pengawasan dan pengembangan jamu di Indonesia. Kami percaya, akan lebih baik bila kedua negara memiliki sistem riset yang terintegrasi dan saling belajar,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, kerja sama ini diharapkan bisa melahirkan lebih banyak pusat riset bersama, menjadi jembatan pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Menuju MoU dan Masa Depan Bersama
Pertemuan di Beijing itu, menjadi diskusi hangat dan jabat tangan yang penuh makna, tersimpan tekad kuat untuk membawa Indonesia dan Tiongkok ke babak baru kolaborasi ilmiah.
Prof. Taruna berharap, kerja sama ini segera dituangkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) yang mencakup berbagai aspek: riset bersama, pengembangan industri obat tradisional, hingga pertukaran tenaga ahli.
“Ilmu pengetahuan tak mengenal batas negara,” ujarnya menutup pertemuan. “Yang kita bangun hari ini bukan hanya kerja sama, tapi warisan masa depan — demi kesehatan dunia yang lebih baik.” (akbar endra)