Soal Demo Aliansi Mahasiswa Makasar Menggugat di Kejati Sulsel, IAS: Penegak Hukum Tahu Yang Mesti Dilakukan

Ilham Arif Sirajuddin (IAS) - Mantan Walikota Makassar

Pilwalkot Memanas – Demo soal pembebasan lahan Waste To Energi, dianggap sarat muatan politis. IAS menerka, ada kandidat walikota kebakaran jenggot karena surveinya stagnan. “Kenapa bukan kasus fee 30 persen yang disoal,” sindir IAS. 

menitindonesia.com, MAKASSAR – Puluhan orang mengatasmakan diri Aliansi Mahasiswa Makassar Menggugat, menggelar demo di depan kantor Kejati Sulsel, membentang spanduk meminta Kejati Sulsel mengusut dugaan korupsi pembebasan lahan Waste To Energi, Senin (10/8), kemarin, dinilai beraroma politik.

Demo yang dilakukan segelintir orang ini, mengait-ngaitkan nama mantan Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin (IAS).

Di zaman Walikota Makassar dijabat IAS, Pemerintah Kota Makassar pernah membebaskan lahan seluas 12 hektare. Pembebasan lahan itu untuk pembangunan waste to energi, tahun  2013, di Kecamatan Tamalanrea, Makassar.

1 1 1 1 a demo kejati
Demo Aliansi Mahasiswa Makassar di depan kantor Kejati Sulsel, Senin (10/8/2020).

Dikonfirmasi soal demo tersebut, IAS menyikapinya dengan santai. Justru IAS menyarankan, semestinya bukan mencari persoalan yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan dirinya. IAS malah menyarankan agar mahasiswa juga mempertanyakan kasus-kasus yang pernah menggelinding dan saat ini redup.

“Mestinya yang didemo adik-adik mahasiswa itu kasus gendang dua, kasus ketapang, kasus Halte Smart, kasus Fee 30 persen, kalau itu adek adek Mahasiswa mau konsen dengan Kasus Korupsi,” kata IAS.

IAS menduga, demonstrasi ke Kejaksaan Tinggi itu, ditengarai bermotif politik. Pasalnya, masalah yang dipersoalkan cenderung tidak rasional. Selain karena kasusnya sudah lama, juga karena tudingan yang dialamatkan ke IAS, dinilai salah sasaran.

“Biasa, inikan jelang pilkada. Mungkin ada yang terganggu dengan gerakan-gerakan saya, sehingga sibuk mencari cara-cara lain,” kata IAS santai saat dikonfirmasi.

IAS bilang, gerakannya pada kandidat tertentu memang terbaca di survei dan sangat mengangkat survei kandidat yang didukungnya, mengalami tren positif secara elektabilitas.

“Di survei juga jelas terbaca ada kandidat yang mulai stagnan dan tertinggal. Mereka pasti terganggu dengan gerakan saya. Inilah yang mereka mau hentikan dengan mencari-cari sesuatu untuk dipermasalahkan,” jelas IAS.

Kalau gerakan demonstrasi itu murni untuk pemberantasan korupsi, kata IAS, harusnya yang disorot yang memang jelas ada temuan BPK. Misalnya, kasus gendang dua, kasus pohon ketapang, pete-pete smart yang terbakar, dan fee 30 persen. “Ini malah kasus yang disorot tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba muncul,” ujar mantan Walikota Makassar dua periode itu.

IAS bilang, dirinya tidak akan gentar dengan aksi-aksi pesanan kelompok tertentu. “Silakan saja. Itu hak mereka,” ujar IAS.

Yang pasti, IAS bilang penegak hukum itu bekerja secara profesional, tahu apa yang mereka harus lakukan dan sikapi. Mana yang benar-benar bermasalah, mana yang dibuat-buat untuk kepentingan politik.

“Aparat penegak hukum itu bekerja sesuai koridor hukum. Bukan bekerja atas tekanan orang tertentu,” terang IAS yang juga Ketua Keluarga Besar Putra Putri Polisi (KBPP) Sulsel ini.

Soal duduk kasusnya, IAS mengatakan, ia tidak paham teknisnya. Pembebasan lahan, bukan domain walikota, tapi pengguna anggaran.

“Silakan dicek ke Asisten 1 atau Kabag Pemerintahan. Mereka yang paham,” tegas IAS. (andiesse)