Lanjutan sidang korupsi – Saksi dalam sidang kasus OTT korupsi DAK di Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Sidrap, lebih banyak diam ketika dicecar pertanyaan, baik oleh hakim, jaksa maupun pengacara.
menitindonesia.com, MAKASSAR – Hakim Ketua, Ibrahim Palino dalam persidangan ke 5 kasus korupsi DAK anggaran tahun 2019 di Diknas Sidrap, pada sidang Tipikor di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (20/09) kemarin, bertanya: kepada siapa para saksi takut sehingga harus menyetor fee ke Ineldayanti – yang hanya seorang staf honorer – di kantor Diknas Sidrap?
“Ayo dijawab! Mengapa para saksi patuh pada Ineldayanti?” tanya Hakim Ibrahim Palino. “Semua saksi mengaku ditelpon, diingatkan dan diminta oleh Ineldayanti untuk menyetor fee ke Ineldayanti. Padahal Ineldayanti itu, hanya seorang pegawai honorer yang bisa saja tidak bertanggung jawab dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban?”
Sembilan saksi dari kalangan Kepala Sekolah (Kepsek) di Kabupaten Sidrap itu masih bungkam.
Para saksi tersebut, yakni Muliadi (Kepsek SMP Negeri 1 Pancarijang), Baharudin (Kepsek SMP Negeri 1 Baranti), dan Muslimin (Kepsek SMP Negeri 1 Pangkajene) dan beberapa lainnya, termasuk salah satu bendahara sekolah.
Hakim Ibrahim Palino kembali menanyakan, “Apakah para saksi merasa terpaksa menyetor karena mengangap pernyataan Alihu (Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Diknas Sidrap) di rapat evaluasi pelaksanaan DAK 2019 di Hotel Grand Asia itu, adalah tekanan ke mereka untuk menyetor fee ke Ineldayanti?”
Semua saksi masih terdiam.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wardiman SH. MH, juga bertanya kepada semua saksi, bahwa pernyataan Alihu yang menyatakan DAK itu tidak turun begitu saja kalau tidak diurus, bukan apa-apa atau bukan bahasa permintaan agar para saksi kepala sekolah itu menyetor fee, lantas apa yang membuat saksi rame-rame menyetor fee ke Ineldayanti?
“Tolong dijawab, karena ini penting untuk para saksi jawab, karena sebelumnya di tempat ini, ada 20 saksi dari Kepala Sekolah SD di Kabupaten Sidrap, mengakui hal yang sama dengan pengakuan para saksi hari ini: menyetor fee ke terdakwa Ineldayanti,” kata JPU kembali meminta saksi mau menjawab pertanyaan itu.
Agak lama saksi terdiam, kemudian saksi Baharudin menjawab pertanyaan hakim dan jaksa tersebut. Baharuddin bilang, kalau mereka para saksi, terpaksa menyetor.
“Kenapa terpaksa?” sergap Wardiman. Baharudin langsung diam.
Melihat para saksi terdiam tak menjawab, pengacara terdakwah Ahmad, Damang SH. MH langsung mencecar saksi Muslimin dengan mengungkapkan pengakuan Muslimin di BAP. Saksi Muslimin (Kepala Sekolah SMP I Pangkajene), pernah mengakui, mereka menyetor fee dengan beberapa alasan, di antaranya karena takut atasan dan takut dimutasi.
“Saya tidak ingat dan saya lupa keterangan saya ketika diperiksa oleh kepolisian Sidrap. Benar saya lupa,” kata Muslimin.
Hakim ketua, Ibrahim Palino, meminta Ahmad memberi tanggapan atas jawaban Muslimin tersebut. Terdakwa Ahmad pun meminta Muslimin bicara jujur.
“Pak Muslimin sangat tau asal muasal pungutan ini. Dia tau siapa yang menentukan prosentase atau besaran yang harus dipungut dari kepalah sekolah. Dan Muslimin ini, juga adalah tukang punngut, memberitau dan mengingatkan para kepala sekolah, untuk menyetor,” ungkap Ahmad membantah keterangan saksi yang mengatakan dirinya menelpon saksi agar segera menyetor.
Para saksi yang terdiri dari 9 kepala sekolah dan satu orang bendahara sekolah itu, kembali terdiam. Tidak ada yang menjawab pertanyaan Damang SH (Pengacara terdakwah Ahmad) yang menanyakan, apakah para saksi mengetahui kalau Habibie – pemilik Toko Syadar – tempat mereka membeli baja ringan, adalah adik kandung Kadis Diknas Sidrap, Syahrul Syam, atasan mereka itu.
Karena tidak ada saksi yang menjawab, Hakim Ketua Ibrahim Palino mengambil alih pertanyaan itu, dan langsung bertanya kepada saksi.
“Apakah para saksi tau kalau Habibi pemilik toko Syadar, benar adik kandung terdakwah Syahrul Syam mantan Kadis Pendidikan Sidrap?”
“Ya yang mulia,” jawab para saksi serempak dengan suara yang pelan, nyaris tak terdengar.
Sementara pengacara Syahrul Syam, Faizal Silanang, SH, meminta ketegasan para saksi, kalau dari awal adanya pungutan sampai di rapat evaluasi di Hotel Grand Asia, adalah Nurkanaah, bukan Syahrul Syam.
Faizal Silanang, juga mengejar Muslimin yang di BAP-nya mengaku, dia ditelpon oleh Ahmad untuk segera menyetor fee.
“Pak Ahmad tidak pernah menelpon saya mengenai setoran itu. Pak Ahmad hanya menegur saya, bilang “magitu”, setelah saya menyetor ke Ineldayanti yang bersebelahan meja dengan Pak Ahmad,” kata Musllimin membantah isi BAP yang dikutip Faizal Silanang. (war)