Jejak SBY Pulihkan Citra Indonesia Sebagai Pelanggar HAM

Ilustrasi (Meme Menit Indonesia)

Oleh Akbar Endra
(CEO PT Menit Indonesia Cerdas)
Ada suatu masa negara kita pernah mengalami embargo militer. Masa itu, adalah masa dwi fungsi ABRI. Tentara berpolitik. Segala urusan, tentara ikut campur. Mulai dari ususan Satpol PP hingga urusan keamanan di diskotik. ABRI ketika itu,  diperalat oleh kekuasaan politik maupun oleh pengusaha cukong.

Era Presiden Diktator

Indonesia di embargo oleh negara-negara eropa, dan Amerika. Negara kita sulit memordenisasi alat utama sistem pertahanan (Alutsista). Pesawat tempur, banyak yang rusak, suku cadangnya tak bisa diadakan karena militer kita kena embargo. Akhirnya, militer (ABRI) krisis Alutsista tapi kenyang kekuasaan.
Di masa Orde Baru, militer Indonesia menguasai panggung politik. Indonesia di masa Presiden Soeharto dicap sebagai negara pelanggar HAM. Tentara dipakai untuk menakut-nakuti rakyatnya. Wibawa militer jatuh ke titik yang terendah. Dwi Fungsi ABRI menjadi sorotan. Para peneliti asing datang melakukan riset atas sistim demokrasi di Indonesia.
Demokrasi di Indonesia ternyata lumpuh. Politik dikendalikan oleh tentara. Rakyat yang kritis dan berseberangan dengan pemerintah diteror oleh tentara.
Penyebab rusaknya sistim politik kebangsaaan kita yang berdampak hilangnya legitimasi internasional itu, ialah tentara ikut campur dalam urusan politik dengan alasan stabilitas keamanan. Dwi Fungsi ABRI harus dihapus!
Akhirnya kekuatan civil society bangkit. Berawal dari aksi-aksi mahasiswa, di seluruh kampus-kampus: menyuarakan agar segera dilakukan reformasi politik: cabut dwi fungswi ABRI dan cabut paket-paket undang-undang politik. Kalangan intelektual dan masyarakat sipil setuju. Negara ini harus berubah. Agenda reformasi harus diperjuangkan.
Singkat cerita. Soeharto akhirnya tumbang di saat ABRI masih kokoh dalam genggamannya. Ia tak bisa mempertahankan kekuasaannya lagi. Ia sadar, dunia telah mencibirnya. 21 Mei 1998, agenda reformasi mulai. Tentara perlahan-lahan mundur dari arena politik: back to barack. Fraksi ABRI di DPR/MPR dihapus.
Konsolidasi kekuatan pro-demokrasi tak lama menyusun kekuatan rakyat. Orde Baru menjadi musuh bersama. Semua kekuatan kritis bersatu menyuarakan agenda reformasi.

Era Demokrasi

Indonesia memasuki era baru, era demokrasi. Sistim politik Orde Baru berubah. Dwi Fungsi ABRI dicabut. Pemerintahan diselenggarakan dengan cara-cara yang demokratis. Pemilu pun dilaksanakan dan ikuti puluhan partai politik. Citra Indonesia di mata dunia, perlahan-lahan pulih.
Indonesia telah bermetamorfosis menjadi negara yang demokratis. Mulai dari era Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY. Kepercayaan dunia terhadap Indonesia mulai pulih.
Nah. Saya ingin mereviuw ingatan terhadap perjalanan politik kebangsaan kita menjadi negara demokrasi dan pancasilais. Di masa Presiden SBY, ia berupaya keras memulihkan kepercayaan dunia, agar negeri kita tidak lagi dicap sebagai negara pelanggar HAM yang menindas rakyatnya dengan kekuatan militer. Ia mengupayakan embargo militer terhadap Indonesia dihentikan.
Jika embargo militer tak dicabut, maka kita akan kesulitan membentuk kekuatan pertahanan karena tak memiliki Alutsista yang memadai.
Suatu hari, 3 Maret 2013, Presiden SBY berkunjung ke Jerman. Ia menjajaki kerjasama dalam bidang Alutsista. SBY meyakinkan Jerman di Berlin dan juga negara-negara Eropa, bahwa modernisasi Alutsista yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia bukan untuk menyerang bangsa lain, apalagi menyerang rakyat Indonesia sendiri.
“Militer Indonesia tidak pernah menggunakan pesawat tempur, helikopter, tank dan artileri untuk menembaki dan membunuh rakyatnya sendiri. Tidak di Aceh, di Papua tidak dimana-mana,” ujar Presiden SBY saat briefing dengan menteri-menteri ekonomi di Hotel Adlon Kempinski, Berlin, Jerman, saat itu.
SBY menegaskan itu karena waktu itu banyak isu di eropa menyangkut kekhawatiran kalau kerja sama industri pertahanan termasuk pembelian alutsista TNI, maka rawan bagi eropa karena Indonesia dulunya dianggap negara pelanggaran HAM.
Dalam pertemuan itu, SBY menegaskan alutsista tidak untuk digunakan untuk berperang. Sehingga para pemimpin Jerman saat itu mulai yakin bahwa Indonesia bukan lagi negara pelanggar HAM seperti di masa Presiden Soeharto.
Akhirnya, negara-negara eropa mulai percaya dengan Indonesia. Mereka menganggap Indonesia memiliki ekonomi kuat, tidak punya hutang sebesar negara lain. Mereka percaya Indonesia memiliki financial capabality untuk pengadaan alutsista.
Akhirnya, Indonesia pun bisa melakukan kerja sama militer dengan negara-negara di eropa dan Amerika. Embargo militer ke Indonesia dicabut .
Indonesia pun melakukan kerjasama militer dengan jerman. Sekarang TNI sudah memiliki tank-tank yang canggih, di antaranya tank Leopard dan tank Marder, dan pesawat-pesawat tempur. Kita sudah mengadakan suku cadang untuk pesawat-pesawat tempur. Tidak lagi memelihara alutista kita dengan suku cadang selundupan.
Kita berharap, profesionalisme TNI saat ini tetap dijaga. TNI belakangan ini sangat disayangi oleh rakyat, seperti yang kita lihat, bagaimana rakyat menyanjung TNI di saat ada unjuk rasa. Don’t Lock Back. #