menitindonesia, MAKASSAR – Universitas Hasanuddin kembali menyelenggarakan Rapat Paripurna Senat Akademik terbatas dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Profesor Bidang Ilmu Linguistik dan Bidang Antropologi Maritim di Ruang Senat Akademik Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Selasa (30/11/2021)
Dua orang Guru Besar yang dikukuhkan yakni, Prof. Dr. Muhammad Hasyim, M.Si., (guru besar ke-431), Bidang Ilmu Linguistik, lahir di Maros pada 28 Oktober 1967 dan Prof. Dr. Munsi Lampe, MA., (guru besar ke-432), Bidang Antropologi Maritim, lahir di Enrekang pada 27 Desember 1956.
Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., dalam sambutannya mengucapkan selamat kepada dua guru besar yang baru dikukuhkan. Prof Dwia juga turut menyampaikan rasa syukur atas penambahan guru besar di Unhas yang semakin hari semakin banyak yang dikukuhkan dan telah mencapai jumlah target penambahan profesor setiap tahun di Unhas.
“Di penghujung tahun 2021 ini kita telah mencapai angka 20 guru besar baru, kita harap setiap tahunnya terdapat peningkatan signifikan, yang membuktikan kapasitas Unhas dalam memiliki potensi akademik unggul. Ini bukti semangat kekuatan lembaga dalam memberikan pelayanan mutu pendidikan,” kata Prof Dwia.
Pada kesempatan tersebut, masing-masing profesor yang dikukuhkan menyampaikan pidato penerimaannya. Prof. Dr. Muhammad Hasyim, M.Si menyampaikan pidato pengukuhannya berjudul “Semiotic Modes dalam Komunikasi Berperantarakan Komputer-Internet di Media Sosial”.
“Komunikasi di media sosial saat ini masih menjadi salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan. Tidak dapat dipungkiri pada komunikasi antar pengguna di media sosial saat ini telah menggunakan semiotics modes, penggunaan bahasa verbal dan non verbal (emoji, video, musik, suara, dan lain-lain) sebagai tanda yang berlangsung secara bersamaan,” ujar Prof Muhammad hasyim
Lebih lanjut, dia mengatakan komunikasi dengan semiotic modes di media sosial menunjukkan interaktivitas komunikasi antara dua orang atau lebih dalam satu grup yang berlangsung secara realtime dan terhubung tanpa batas wilayah negara. Menurutnya, interaktivitas komunikasi dengan semiotic modes oleh pengguna internet juga menunjukkan perannya sebagai produksi teks (pesan), publisher (membagikan pesan) dan konsumer teks.
“Hal ini dimaksudkan agar dalam berkomunikasi di media sosial dengan menggunakan semiotic modes tidak menimbulkan persoalan pemaknaan atau multitafsir oleh pengguna media sosial. Budaya bermedia digital dengan penggunaan semiotics mode adalah suatu literasi digital oleh masyarakat cyber yang sangat penting dalam berkomunikasi di media sosial untuk membaca, memahami, mengevaluasi dan bersikap kritis terhadap berbagai informasi yang diterima,” jelas Prof. Hasyim.
Prof. Dr. Munsi Lampe, MA menyampaikan pidato pengukuhannya tentang “Pelayaran dan Reproduksi Wawasan Kesatuan Geo-Sosial-Budaya Maritim Nusantara/Indonesia: Sebuah Fokus Studi Antropologi Maritim”.
Dia menjelaskan Negara Kepulauan Indonesia yang dikonsepsikan sebagai Benua Maritim Indonesia (BMI) dengan kompleksitas ciri geo-sosial-budaya maritim dan visi pengembangannya pada tiga dimensi besar yakni, potensi sumber daya marin dan maritim yang tak ternilai, keberagaman suku bangsa dan budaya maritim, serta konsepsi pembangunan BMI untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Lebih lanjut, Prof. Munsi menjelaskan visi Unhas berbasis Benua Maritim yang tertuang pada Renstra 2020-2024. Unhas memberikan konsepsi secara holistik tentang jagat Kepulauan Indonesia dan gagasan perkembangan peradaban maritim di masa depan yang membutuhkan penelitian ilmiah di berbagai bidang keilmuan, termasuk penelitian sosial-budaya dan sejarah maritim yang salah satunya diterapkan dalam Program Studi Antropologi sebagai persebaran simpul-simpul kajian maritim.
“Konsep tentang wawasan geo-sosial-budaya maritim Indonesia sebagai reproduksi dari pengalaman pelayaran dan interaksi kemaritiman. Pelayaran merupakan wujud tindakan dari kebudayaan maritim dalam rangka memasuki dan melewati ruang-ruang laut dan merupakan cikal bakal masyarakat maritim yang selalu dominan, mayoritas, historis, dan populer dalam wacana dinamika masyarakat dan kebudayaan maritim di dunia,” pungkas Prof. Munsi. (roma)