Sudah Setengah Abad Lamanya Menggali Nikel, PT Vale Indonesia Dianggap Tidak Ada Gunanya

Diskusi "Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale, Siapa Untung" oleh SMSI Sulsel. (Foto: Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Direktur Nusantara Riset Afrianto MSi menyoroti keberadaan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Afrianto mengatakan, sejak berdiri tahun 1968 hingga saat ini, PT Vale telah menguasai 70 ribu hektar lahan di wilayah Luwu Timur (Lutim), tetapi masyarakat di Lutim tetap berpacu dengan kemiskinan.
Eksploitasi sumber daya alam biji nikel di Blok Sorowako itu, kata Afrianto, hanya menghasilkan kerusakan lingkungan tanpa memberi efek bagi perekonomian di Lutim. Ia menyebutkan, selama keberadaan PT Vale,  kondisi Lutim tetap menjadi daerah miskin dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah di Sulawesi Selatan.
“Data pertumbuhan ekonomi Lutim pada tahun 2021 minus -1,39, paling rendah di Sulsel. Ekploitasi sumber daya alam di Sorowako sama sekali tidak berefek bagi kesejahteraan rakyat,” kata Afrianto dalam acara diskusi “Perjanjian Kontrak Karya PT Vale, Siapa Untung” yang digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMS) di Kliks Cafe, Jalan Toddopuli Raya nomor 3, Makassar, Rabu (5/10/2022).
Sektor pertambangan, lanjut Afrianto, harusnya memberi dampak signifikan pada sektor lainnya, terutama pada barang dan jasa. “Ini malah korelasinya sangat lemah,” katanya.
Tak hanya pertumbuhan ekonomi, Afrianto juga menyoroti indeks desa membangun. Dari data yang dikeluarkan Kementerian Desa tahun 2021, kata Afrianto, PT Vale belum berkonstribusi bagi kemajuan desa.
“PT Vale melalui program CSR-nya memasukkan 43 desa sebagai daerah pengembangan masyarakat. 43 desa ini berada di empat kecamatan, masing-masing Sorowako, Nuha, Malili dan Towuti. Belum ada kemajuan, hanya 6 desa yang mandiri, sisanya masih berusaha berkembang,” ungkapnya.
Karena PT vale sudah setengah abad lebih menggali biji nikel di Blok Sorowako, kata Afrianto, seharusnya semua desa yang ada di Kabupaten Lutim itu sudah masuk kategori desa mandiri.
“Artinya, program CSR yang wajib dilakukannya pun belum bisa dirasakan manfaatnya oleh Lutim,” ujarnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Dosen Amkop Dr Bahtiar Maddatuang, SE mendukung langkah Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mengambil alih tambang nikel di Lutim untuk dikelolah secara optimal oleh BUMD.
“Salah satu cara daerah bisa mandiri dengan memaksimalkan potensi daerah yang ada. Kita butuh cara berpikir seperti Gubernur Pak Andi Sudirman Sulaiman ini, tambang dikelolah BUMD atau Perseroda,” kata dia.
Untuk diketahui, kontrak karya PT Vale Indonesia yang menguasai 114 ribu hektare lahan untuk pertambangan biji nikel, akan berakhir pada akhir Desember tahun 2025.
Menurut Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, pihaknya belum mengajukan perpanjangan kontrak karya sampai saat ini. “Kami masih fokus menyelesaikan rencana investasi ratusan triliun,” katanya. (roma)