menitindonesia, MAKASSAR – Aktivis Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) era tahun 1998 Sawaluddin Arief, mengusulkan agar hari reformasi setiap tahun diperingati secara nasional dan tiap tanggal 21 Mei dijadikan sebagai hari libur nasional.
“Kalau setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, maka penting juga setiap tanggal 21 Mei diperingati sebagai hari Reformasi. Karena pada tanggal 21 Mei 1998, adalah sejarah baru, Indonesia berhasil bebas dari penindasan Rezim Orde Baru,” kata Sawaluddin Arief usai menemui Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman di Rujab Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Senin (22/5/2023).
Aktivis 98 AMPD Sawaluddin Arief mengikuti jalan santai “Reformasi Memanggil” di DPR RI Senayan.
Alumni Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Angkatan 92 itu, mengatakan, peristiwa bersejarah seperempat abad silam, yaitu runtuhnya rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun, menjadi awal bangsa Indonesia melaksanakan agenda-agenda demokrasi, pemilu jurdil, dan pemberantasan korupsi.
“Reformasi sudah seperempat abad, 25 tahun. Semua anak bangsa harus mau menjaga demokrasi, melaksanakan konstitusi, dan gelar Pemilu Jurdil. Itu tugas kita sekarang,” ucap dia.
Sawal menceritakan pengalamannya di Jakarta di masa perjuangan reformasi, bagaimana ia harus berangkat ke Jakarta untuk menyuarakan agenda reformasi bersama rekan-rekannya sesama aktivis. Bahkan, sepulang dari Jakarta, AMPD mendapat teror dan tekanan dari aparat keamanan–alat represif Orde Baru ketika itu.
Sebelum peristiwa 27 Juli 1996, kata Sawal, sejumlah Aktivis AMPD berangkat ke Jakarta untuk menghadiri mimbar bebas pro demokrasi yang diselenggarakan oleh PDI-Pro Mega. Saat itu, ujar dia, para Aktivis AMPD, selama di Jakarta, tinggal se-rumah dengan Munir di Jalan Jatinegara.
Bersama Munir dan Ketua YLBHI Bambang Wijoyanto, ungkap Sawal, AMPD saat itu berencana menggelar aksi besar-besaran di Jakarta menuntut dwi fungsi ABRI dan UU Politik Orde Baru dicabut. Namun aksi itu dibatalkan oleh Munir karena peristiwa 27 Juli meledak. Aktivis AMPD juga ikut tertuduh sebagai provokator.
Sawal, saat itu, bersama salah seorang rekannya dari AMPD, ikut orasi di Mimbar Demokrasi di halaman kantor PDI Pro Mega, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
“Setelah kami mengikuti mimbar bebas, besoknya kantor PDI Pro Mega diserang tentara yang berpakaian preman, mengaku pendukung Suryadi. AMPD Makassar, ALDERA, SMID pimpinan Andi Arief dan PRD pimpinan Budiman Sujatmiko, dicap oleh rezim sebagai kelompok yang menunggangi PDI dan kami dituduh provokator,” ungkapnya.
Sehingga, lanjut Sawal, peristiwa 27 Juli 1996 yang menimbulkan ratusan korban jiwa akibat kekerasan politik Orde Baru itu, adalah awal memuncaknya eskalasi perlawanan mahasiswa dan rakyat kepada rezim Orde Baru. Hasilnya, 25 tahun lalu, Presiden Soeharto yang berkuasa 32 tahun, pada tanggal 21 Mei 1998, terpaksa berhenti dan keluar dari Istana Negara!
“Tentu ini sejarah penting. Bahwa kelompok diskusi atau organ gerakan kecil seperti AMPD Makassar, Aldera Bandung dan PRD, bisa bermetamorfosis menjadi kekuatan revolusioner yang mampu menumbangkan rezim politik yang didukung penuh oleh kekuatan militer yang saat itu menamakan diri Orde Baru,” ujar Sawal.
Sawal juga mengungkapkan, bahwa salah seorang rekannya di AMPD yang getol melakukan mimbar bebas di berbagai kampus di Makassar dan di Jakarta, pernah ditikam oleh oknum yang diduga tentara, bahkan ia diculik oleh Barkotanasda atas perintah rezim.
“Saat teman kami diculik, dia dipaksa mengaku pernah ikut pelatihan komunis di vietnam dan dituduh makar, mau mengubah konstitusi. Alasannya waktu itu, AMPD menyuarakan Pemilu multipartai dan meminta dwi fungsi ABRI dicabut. Lalu AMPD dibubarkan oleh Kodam Wirabuana, dan kami diintimidasi,” kenang politikus Partai Gerindra Makassar itu.
Jalan Santai “Terima Kasih Reformasi”
Mengenang peristiwa bersejarah 25 tahun silam itu, Sawal pun mengatakan, sangat mensupport tampilnya generasi yang terus menjaga demokrasi dan mengawal konstitusi. Dia juga mengaku sangat merespons rencana ALDERA dan Yayasan Anak Rakyat Indonesia (YARI) yang akan menggelar kegiatan jalan santai bertema “Terima Kasih Reformasi”.
“Ini harus dimeriahkan. Reformasi, selain melahirkan pejuang yang memiliki kisah-kisah heroik, juga melahirkan generasi penikmat yang merengkuh kekuasaan lewat cara-cara yang demokratis. Agar semangatnya terpelihara, yah sepatutnya tiap tahun hari reformasi diperingati, sama dengan memperingati hari kemerdekaan,” ujarnya. (andi endeng)