Oleh Andi Yahyatullah MuzakkirFounder Anak Makassar Voice
menitindonesia – HARI-HARI ini kita disesaki banjir informasi berupa teks, narasi, audio, video, foto dalam bentuk konten di media sosial. Kita semua, sadar atau tidak, telah menjadikan media sosial sebagai sumber informasi. Beragam platform media sosial pun makin hari makin meningkat kapasitas dan kemampuannya untuk menjadi medium sekaligus alat yang mengubah cara kita memandang dan menjalani kehidupan.
Kita sedang berada pada era teknologi informasi digital–termasuk era artifisial intelligence–mendistrupsi penyebaran informasi yang begitu cepat tanpa berbatas ruang dan waktu. Kita tak hanya sebagai konsumen informasi, tetapi pada saat yang sama, kita pun menjelma menjadi produsen. Belakangan telah muncul profesi baru: content creator atau influencer.
Dulu, antara media dan pesan masih bisa dibedakan, tetapi pada era ini, media pun telah menjadi pesan itu sendiri. Artinya, kita sebagai konsumen media telah memiliki beragam pilihan untuk dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh media tertentu. Tergantung pilihan sikap kita masing-masing.
Seiring dengan perkembangan tersebut, hadirnya para content creator–disusul kemudian para influencer–telah menjadikan kita sebagai konsumen media dan disesaki oleh banjir informasi. Pada tingkat tertentu, hal ini bisa dipandang positif karena makin beragam informasi dan pengetahuan dapat di peroleh. Pada saat yang sama, kita juga dapat tersegmentasi atau bahkan terasing dari informasi umum.
Sebagai produsen informasi, para content creator hari-hari ini tumbuh bagaikan cendawan di musim hujan. Hampir semua aspek dalam kehidupan sehari-hari telah dielaborasi dan dijadikan content untuk disebar luaskan melalui platform media sosial. Gairah anak-anak muda untuk menjadi content creator pun merebak apalagi pada platform media sosial tertentu, bisa menghasilkan pendapatan.
Pun berbagai tantangan harus dihadapi mereka, baik tantangan teknis seperti penguasaan algoritma digital, pembuatan video kreatif hingga tantangan non teknis terkait dengan content pesan yang ingin disampaikan. Yang umum kita liat adalah suguhan komentar atas berita dan peristiwa yang terjadi. Untuk hal yang terakhir ini, tentu di perlukan pengetahuan dasar mengenai jurnalistik, karena hal tersebut adalah praktek jurnalisme. Berikutnya, yang sering pula kita temui, ialah reproduksi pengetahuan dan amat jarang kita temui pengetahuan baru. Apalagi pengetahuan berbasis teori.
Sejumlah Pertanyaan
Pada perkembangan selanjutnya, para content creator, pun mau tak mau, harus berkompetisi untuk memiliki pengaruh dan menggait pengikut. Bagi yang berhasil dalam persaingan tersebut, kemudian disebut influencer atau pihak yang mempengaruhi, hal ini ditandai oleh besarnya pengikut atau follower yang dimiliki.
Pertanyaannya kemudian, di tengah banjir informasi dan ketatnya kompetisi bagi para content creator dan para influencer ini, akan kemana arah dari media ini? Apakah mereka dapat bertransformasi menjadi produsen informasi yang terpercaya dan dapat bertahan lama seperti media mainstream yang menjadi sumber dan rujukan terpercaya? Apakah para influencer dapat bertahan dan terjamin reputasinya sebagai narasumber yang diikuti, sementara kita tau para influencer juga terimbas gejala selebriti?
Kita tau, gejala selebriti adalah suatu gejala yang eksistensinya dapat pudar cepat atau lambat. Lantas kita pun bertanya, akan ke manakah para content creator dan influencer ini menuju? Pertanyaan-pertanyaan ini belum saatnya dijawab! (*)