menitindonesia, MAKASSAR – Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (LSM-PILHI) Syamsir Anchi, S.S., meminta Kepolisian Resort (Polres) Soppeng mengusut adanya dugaan korupsi program bedah rumah di Kabupaten Soppeng.
Menurut Syamsir, program bedah rumah yang dilaksanakan pada sejumlah desa di Soppeng, disinyalir sarat penyimpangan dan terindikasi terjadi tindak pidana korupsi. Ia mengungkapkan, hasil pantauannya, warga yang mendapat bantuan bedah rumah sebesar Rp 20 juta, tidak pernah menerima uang, melainkan langsung dibelikan bahan yang tidak sesuai spesifikasi.
“Ini sudah jadi perbincangan umum di Soppeng. Kami memantau, program bedah rumah dari pemerintah terindikasi dimanipulasi. Misalnya, anggarannya tidak sampai kepada warga, penerima bantuan hanya menerima bahan (material) yang dibelikan oleh oknum tertentu yang punya afiliasi dengan oknum caleg,” kata Syamsir Anchi, Selasa (23/1/2024).
Padahal, kata dia, bantuan dana Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tujuannya untuk membantu memperbaiki kesejahteraan rakyat yang tidak mampu, sehingga harus tepat sasaran. “Penyalahgunaan dana bedah rumah atau RTLH sangat meresahkan, tapi warga penerima manfaat takut mengadu karena mereka diancam oleh oknum tertentu,” ungkap Syamsir.
Ia menjelaskan, bahwa dana RTLH merupakan bantuan stimulan berupa uang pembelian bahan bangunan untuk pemugaran rumah tidak layak huni dari kementerian PUPR kepada individu atau keluarga yang tidak mampu. “Bantuan dana itu seharusnya disalurkan melalui pemerintah daerah, bukan oleh oknum anggota DPR,” jelas Syamsir.
Pegiat Anti Korupsi ini mengatakan, pemberian bantuan dana bantuan sosial bedah rumah harus sesuai data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial. “Jika tidak sesuai, maka itu menyimpang, tidak tepat sasaran,” ujar dia.
Syamsir Anchi meminta agar Polres Soppeng menyelidiki adanya dugaan penyimpangan bedah rumah di Soppeng, terutama dalam hal pendistribusian uang bantuan, bukan dalam bentuk barang. “Kalau penerima manfaat tidak diberikan uang tapi melainkan bahan, maka ini bisa menjadi lahan korupsi,” ujar dia.
Ironisnya, ungkap Syamsir, sejumlah Kepala Desa tidak mengetahui pencairan dana hingga pelaksanaan rehabilitasi rumah warga yang mendapat bantuan sosial bedah rumah. “Kuat indikasi adanya penyalahgunaan dana bansos bedah rumah untuk masyarakat di Soppeng, terutama dalam pengadaan materialnya, misalnya modus memotong dana bantuan,” ungkapnya.
Ia berharap Aparat Penegak Hukum atau Polres Soppeng, tidak berpangku tangan terhadap informasi yang berkembang terkait adanya dugaan pemotongan bantuan dana bedah rumah itu. “Polres Soppeng pasti sudah memiliki data awal dugaan korupsi bedah rumah yang belakangan santer dipersoalkan. Ini harus ditindak, siapapun yang terlibat harus diproses hukum,” tegas dia. (AE)