menitindonesia, JAKARTA – Perusahaan tekstil raksasa, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), resmi dinyatakan pailit setelah Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh pemiliknya, Iwan Setiawan Lukminto. Keputusan ini menandai berakhirnya era kepemilikan pribadi dan menyerahkan nasib perusahaan dengan aset senilai Rp 30 triliun kepada para kurator yang mewakili 60 kreditor.
Putusan kasasi yang diumumkan dua hari lalu memperkuat keputusan Pengadilan Niaga Semarang yang sebelumnya menetapkan Sritex pailit. Kini, empat kurator—Deni Ardansyah, Nur Hidayat, Fajar Romi Gumilar, dan Nurmacandra—bertanggung jawab mengelola aset perusahaan untuk membayar utang yang mencapai Rp 18 triliun.
Perjalanan Menuju Pailit: Dari Homologasi ke Kegagalan Cicilan
Kasus ini bermula ketika Sritex mengajukan perpanjangan waktu cicilan utang selama 12 tahun melalui perjanjian homologasi dengan para kreditor. Sritex sempat melaksanakan cicilan dengan lancar selama empat bulan pertama. Namun, hubungan dengan salah satu kreditor, PT IndoBharat, memburuk setelah pembayaran cicilan dihentikan secara sepihak.
BACA JUGA:
Kaleidoskop BPOM 2024: Di Bawah Kepemimpinan Taruna Ikrar: Inovasi Menuju Lembaga Terpercaya
IndoBharat, perusahaan asal India yang memasok bahan baku rayon untuk Sritex, mengklaim memiliki tagihan Rp 60 miliar. Meski tagihan tersebut telah dibayar melalui asuransi, IndoBharat tetap menuntut pembayaran dari Sritex, yang memicu gugatan pailit.
“Sritex sebenarnya bisa menghindari kebangkrutan ini jika patuh terhadap homologasi. Ini pelajaran penting bagi dunia usaha,” ujar Fajar Romi Gumilar, salah satu kurator yang ditunjuk.
Aset Rp 30 Triliun: Lelang atau Opsi Lain?
Keputusan pailit membuat aset Sritex siap untuk dilelang guna membayar utang kepada kreditor. Proses lelang ini menjadi sorotan karena nilai aset yang diperkirakan mencapai Rp 30 triliun, sementara harga lelang diperkirakan jauh lebih rendah.
BACA JUGA:
Kontroversi Audit Kasus Timah: Elly Gustina Tuntut Bambang Hero Saharjo Diadili
“Kami akan memastikan proses lelang berjalan transparan dan sesuai aturan hukum. Kreditor harus mendapatkan hak mereka secara proporsional,” jelas Deni Ardansyah, kurator utama.
Harapan Karyawan dan Masa Depan Sritex
Karyawan Sritex, yang jumlahnya mencapai 50.000 orang, kini menghadapi ketidakpastian. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan siap memberikan perlindungan bagi karyawan yang terdampak melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan pelatihan ulang di Balai Latihan Kerja (BLK).
Namun, Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyayangkan keputusan ini dan berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK). “Kami akan terus berjuang, bukan hanya demi perusahaan tetapi juga demi para karyawan yang sudah membesarkan Sritex selama ini,” ujarnya.
Akankah Bangkit atau Runtuh Selamanya?
Proses lelang Sritex diperkirakan akan berlangsung dalam waktu dekat. Banyak spekulasi bermunculan mengenai apakah perusahaan ini akan diambil alih investor baru atau justru dipecah-pecah untuk melunasi utang.
“Ini momentum bagi investor yang jeli melihat potensi bisnis tekstil. Dengan aset besar, peluang menghidupkan Sritex masih sangat terbuka,” kata Nur Hidayat, salah satu kurator.
Keputusan Mahkamah Agung menjadi babak akhir bagi Sritex dalam kepemilikan lamanya, tetapi juga membuka babak baru bagi perusahaan tekstil legendaris ini di bawah kendali kurator. Bisnis tekstil di Indonesia pun kini menanti, apakah Sritex akan bangkit atau tinggal kenangan.
(akbar endra – AE)