Respons Kepala BPN Maros Terkait Seritifkat Tanah di Kawasan Mangrove yang Digunduli

Kepala Badan Pertanahan (BPN) Maros, Murad Abdullah. (IST)
menitindonesia, MAROS – Kepala Kepala Badan Pertanahan (BPN) Maros, Murad Abdullah merespons keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di dalam kawasan Mangrove di desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Ditemui di kantornya, Murad mengungkapkan, Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikantongi oleh A-M diterbitkan sejak tahun 2009, sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai area mangrove berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2012 tentang kawasan Mangrove di Maros.
“Sertifikat tersebut pertama kali diterbitkan pada 2009 berdasarkan rincian hak milik. Saat itu, kawasan tersebut belum ditetapkan sebagai zona mangrove,” katanya, Kamis (30/01/2025).
BACA JUGA: Lipan Dukung Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sikat Mafia Tanah: Penjahatnya Luar Biasa, Harus Dilawan Bersama!
Ia menjelaskan, pemilik lahan telah mengajukan permohonan SHM berdasarkan alas hak berupa rincik. Setelah dilakukan pengecekan di lapangan, kawasan tersebut tidak masuk dalam kawasan hutan lindung, sehingga memenuhi syarat untuk disertifikatkan.
Namun, pada tahun 2024, AM mengajukan penurunan status sertifikat dari hak milik menjadi hak pakai dengan alasan bahwa lahannya berada di daerah pesisir. Namun, di tahun yang sama, ia kembali mengajukan peningkatan hak sertifikat dari hak pakai menjadi hak milik.
Menanggapi hal tersebut, BPN Maros memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut pengajuan tersebut, mengingat adanya dugaan perusakan mangrove dan status lahan yang telah masuk dalam penyelidikan aparat penegak hukum (APH).
“Karena kasus ini telah masuk dalam ranah hukum dan ada dugaan perusakan mangrove, maka pengajuan peningkatan sertifikat tidak bisa kami proses lebih lanjut,” tegas Murad.

BACA JUGA: 
Warga Baniaga Temui Anggota DPRD Maros, Minta Didampingi Adukan Dugaan Mafia Tanah ke Menteri ATR/BPN

Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam kasus ini, penerbitan sertifikat dan dugaan perusakan mangrove merupakan dua hal yang berbeda, namun saling berkaitan. Oleh karena itu, pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.
“Jika hasil penyelidikan menyatakan ada pelanggaran, maka status lahan tidak akan ditingkatkan menjadi hak milik. Namun, jika tidak ada masalah hukum, keputusan selanjutnya akan dipertimbangkan kembali,” ungkapnya.
Di area tersebut, terdapat dua sertifikat hak milik dengan total luas 64.344 meter persegi atau sekitar 6,4 hektare. Dari luas tersebut, sekitar 3,6 hektare (36.289 meter persegi) telah diajukan untuk penurunan dari hak milik ke hak pakai.
Diketahui, kasus ini mencuat setelah ditemukannya pembalakan liar berupa penebangan ribuan pohon Mangrove secara ugal-ugalan di lokasi itu. Dimana, lokasi perusakan tersebut telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh Kantor ATR/BPN Maros dengan nomor Sertipikat No.02974 dengan luas 28055 m2 atas nama Ambo Masse.