Juru Bicara DIA, Asri Tadda (kiri) bersama Wali kota Makassar, Danny Pomanto. (Foto: Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Calon Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1, Moh Ramdhan Pomanto, telah menyiapkan dua langkah menghadapi putusan dismissal Mahkamah Konstitusi (MK) yang dijadwalkan diumumkan pada 4-5 Februari 2025.
Jika MK menolak gugatan pasangan INIMI-DIA, Danny akan bersiap melepas jabatannya dan mempersiapkan transisi pemerintahan. Namun, ia berharap gugatan dapat berlanjut ke tahap pokok perkara.
“Kita berharap ini berlanjut ke tahap pokok perkara. Kalau misalnya dihentikan, kita tutup tugas kita dengan baik, kemudian kita persiapkan koneksi dengan pemerintahan baru,” ujar Danny saat meninjau Marvec di MGC, dikutip Selasa (4/2/2025).
Danny optimistis melihat bukti yang tim hukumnya ajukan ke MK dan berharap persidangan terus berlanjut. Timnya pun masih mengumpulkan bukti tambahan terkait dugaan kecurangan Pilgub Sulsel 2024.
“Kalau lanjut, ada dua kemungkinan: menang atau kalah. Sambil menunggu putusan final, kita tetap mengawal finalisasi MGC. Kalau saya tidak ngotot, bagaimana kita bisa membangun gedung pelayanan publik seperti ini?” tegasnya.
Sementara itu, Danny juga mengungkapkan rencananya untuk melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel ke Aparat Penegak Hukum (APH) karena dugaan kecurangan yang merugikan pihaknya.
“Tim hukum kami mendesak agar KPU Sulsel diadukan ke DKPP, KPK, dan Mabes Polri,” ungkapnya.
Menurutnya, banyak dugaan pelanggaran ditemukan di lapangan, termasuk keberadaan pemilih fiktif di ratusan TPS. Ia menilai KPU yang seharusnya menjadi wasit netral justru diduga berpihak dalam Pilgub Sulsel.
“Data yang kami kumpulkan dan sudah dijadikan bukti di MK menunjukkan banyak pelanggaran. Dugaan KPU berpihak ini akan menjadi aduan kami ke KPK dan Mabes Polri, terutama terkait besarnya anggaran Pilkada,” tambah Danny.
Tim DIA sebelumnya menemukan antara 90 hingga 130 tanda tangan palsu di setiap TPS. Berdasarkan data yang mereka kumpulkan, rata-rata terdapat 110 tanda tangan palsu di 14.548 TPS, yang berarti ada sekitar 1,6 juta tanda tangan palsu yang mereka jadikan bukti di persidangan.
Juru Bicara DIA, Asri Tadda, juga menyoroti bagaimana banyak warga yang mendapatkan undangan memilih tetapi tidak bisa ke TPS karena kendala jarak. KPU diduga menempatkan TPS di lokasi yang menyulitkan pemilih.
Menurut data KPU Sulsel, partisipasi pemilih mencapai 71,8 persen, namun tim DIA mencatat angka riil hanya 48,04 persen. Hal ini menunjukkan adanya dugaan sekitar 1,5 juta suara misterius yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Jika angka partisipasi versi KPU dikurangi dengan data realisasi pemilih yang kami temukan, maka ada sekitar 1,5 juta lebih suara tak bertuan di Sulsel,” ungkap Asri Tadda.