PDAM Maros Terancam Bangkrut, CLAT Minta Pemkab Evaluasi Kinerja Direksi

Suasana RDP terkait persoalan kualitas air dan kenaikan tarif PDAM Maros. (Foto: Asrul Nawir)

menitindonesia, MAROS – Aktifis Celebes Law and Transparancy (CLAT) mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros untuk mengevaluasi kinerja direksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bantimurung Maros yang dinilai menurun di tiga tahun terakhir.
Hal itu disampaikan oleh ketua bidang advokasi CLAT, Fahmi Sofyan usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD Maros bersama direksi PDAM Maros, Senin (17/3/2025).
Alasan evaluasi itu Menurut Fahmi sederhana, selain kondisi pelayanan yang kurang memuaskan, di tangan direksi PDAM yang ada saat ini, keuangan perusahaan terus mengalami kemunduran. Bahkan, dari data yang ada, PDAM Maros di tahun 2023 terancam gulung tikar.
“Kami mendesak Pemerintah untuk mengevaluasi kinerja direksi, karena menurut kami ada yang tidak beres dalam pengelolaan perusahaan. Jangan sampai PDAM kita bangkrut,” katanya.
Lebih lanjut, Fahmi menegaskan, penurunan laba akibat tingginya biaya produksi tidak serta merta mengorbankan pelanggan dengan kenaikan tarif tanpa adanya perbaikan layanan. Terlebih, data menunjukkan biaya operasional PDAM sebesar Rp 26 Miliar itu, 30 an persennya untuk belanja pegawai.

BACA JUGA:
Dirut PDAM Maros Dicecar Pertanyaan Saat RDP di DPRD Maros Terkait Pelayanan dan Kenaikan Tarif

“Tadi kita bisa lihat, anggaran operasional tertinggi itu ada pada gaji pegawai sebesar Rp 11 Miliar. Sementara, biaya-biaya yang bersinggungan langsung dengan kapasitas produksi justru malah sedikit,” paparnya.
Dari penjelasan Dirut PDAM, kata Fahmi, tidak menjelaskan upaya signifikan dalam perbaikan kapasitas dan juga layanan pelanggan yang telah dijamin dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Mahal yang ada, kata dia, hanya keluh kesah soal kondisi keuangan.
“Masyarakat sebagai pelanggan itu tidak mengerti dengan kendala tekhnis. Hak mereka mendapatkan air bersih dan kewasjiban mereka membayarnya. Pun termasuk denda jika ada keterlambatan pembayaran. Tapi apakah ada juga denda jika PDAM mengalirkan air keruh,” sambungnya.
Sebelumnya saat RDP, Dirut PDAM Maros, Muh Salahuddin menjelaskan, kondisi keuangan PDAM Maros selama beberapa tahun terakhir mengalami penurunan pendapatan yang cukup drastis.
Tahun 2020, Laba PDAM masih mencapai Rp 2 Miliar, lalu di tahun 2021 turun menjadi Rp 1,6 miliar, kemudian di tahun 2022 kembali turun menjadi Rp 424 Juta. Terakhir di tahun 2023, laba bersihnya hanya Rp 132 juta.
“Tahun 2023, pendapatan kami dari penjualan air itu sebesar Rp 27 miliar, sementara biaya usaha kami sebesar Rp 26 Miliar. Kami punya laba itu hanya Rp 166 juta dan bersihnya sekitar Rp 132 juta,” terangnya.
Menurunnya nilai laba PDAM itu diakui oleh Salahuddin akibat tingginya biaya produksi yang ditanggung oleh PDAM. Sementara, tarif air tidak pernah dinaikkan sejak tahun 2009 lalu sebesar Rp 2700 per meter kubik.
Hal itulah yang membuat, PDAM bersama Pemerintah menaikkan tarif di tahun 2025 ini secara berkala kepada para pelanggannya dengan mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Sulsel terkait batas tarif PDAM. Dimana batas terendah Rp 4.400 per meter kubik dan tertinggi Rp 12.000 permeter kubik.
Terkait belanja pegawai yang mencapai Rp 11 miliar di tahun 2023, Salahuddin mengaku jika hal itu masih sesuai prosedur. Dimana ambang batas tertinggi untuk biaya pegawai itu sebesar 40 persen dari total biaya produksi.
“Kalau soal belanja pegawai, itu masih wajar karena standarnya itu di 40 persen,” pungkasnya.