Dirut PDAM Maros Dicecar Pertanyaan Saat RDP di DPRD Maros Terkait Pelayanan dan Kenaikan Tarif

Suasana RDP terkait persoalan kualitas air dan kenaikan tarif PDAM Maros. (Foto: Asrul Nawir)

menitindonesia, MAROS – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD Maros bersama Celebes Law and Transparency (CLAT) perihal kualitas pelayanan air di PDAM Tirta Bantimurung Maros, berlangsung alot.
Dirut PDAM Maros, Muh Salahuddin yang hadir bersama beberapa petingginya, dicecar dengan berbagai pertanyaan dari CLAT dan juga anggota DPRD Maros usai memberikan beberapa penjelasan terkait persoalan yang mereka hadapi.
Salahuddin menjelaskan, saat ini kondisi PDAM Maros terancam bangkrut akibat selama beberapa tahun terakhir mengalami penurunan pendapatan yang cukup drastis.
Tahun 2020, Laba PDAM masih mencapai Rp 2 Miliar, lalu di tahun 2021 turun menjadi Rp 1,6 miliar, kemudian di tahun 2022 kembali turun menjadi Rp 424 Juta. Terakhir di tahun 2023, laba bersihnya hanya Rp 132 juta.
“Tahun 2023, pendapatan kami dari penjualan air itu sebesar Rp 27 miliar, sementara biaya usaha kami sebesar Rp 26 Miliar. Kami punya laba itu hanya Rp 166 juta dan bersihnya sekitar Rp 132 juta,” katanya, Senin (17/3/2025).

BACA JUGA:
Air PDAM Maros Keruh dan Berbau, Aktivis CLAT Desak Pemeritah dan DPRD Bertindak!

Menurunnya nilai laba PDAM itu diakui oleh Salahuddin akibat tingginya biaya produksi yang ditanggung oleh PDAM. Sementara, tarif air tidak pernah dinaikkan sejak tahun 2009 lalu sebesar Rp 2700 per meter kubik.
Hal itulah yang membuat, PDAM bersama Pemerintah menaikkan tarif di tahun 2025 ini secara berkala kepada para pelanggannya dengan mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Sulsel terkait batas tarif PDAM. Dimana batas terendah Rp 4.400 per meter kubik dan tertinggi Rp 12.000 permeter kubik.
“Itupun, harga yang saat ini kita sesuaikan belum mampu menutupi kebutuhan produksi. Harga pokok produksi kami itu nilainya Rp 4.900 per meter kubik. Sementara harga jualnya Rp 4.500. Jadi ada selisih kerugian di situ Rp400 yang kami tanggung,” ungkapnya.
Terkait kondisi air yang tidak selalu mengalir, Salahuddin menjelaskan, masalahnya ada pada kuatitas air dan kapasitas pompa pendorong yang tidak mampu menjangkau hingga ke ujung pipa sambungan akhir. Terlebih, pada saat waktu puncak pemakaian secara bersamaan.
Sementara untuk kualitas air yang dikeluhkan sering keruh dan berbau, Salahuddin mengaku karena faktor hujan di hulu sungai yang membuat kondisi air keruh dan berlumpur. Meski diolah di Instalasi, banyaknya lumpur terkadang masuk kedalam penampungan.
“Untuk mengangtisipasi keruhnya air itu, kami sudah siapkan beberapa saluran pipa untuk pembuangan yang berfungsi untuk membersihkan air keruh yang mungkin mengendap di saluran,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Advokasi CLAT, Fahmi Sofyan menegaskan, pelanggan PDAM tidak akan mempersoalkan kenaikan tarif jika PDAM bisa membuktikan peningkatan kualitas layanan air mereka.
“Kalau layananya berbanding lurus dengan kenaikan tarif, saya rasa ini tidak akan disoal. Masalahnya, PDAM tidak bisa menjami pelayanan mereka bisa lebih baik dari tarif sebelumnya ke tarif yang baru,” ungkapnya.
Senada dengan hal itu, anggota DPRD Maros, Amri Yusuf menyinggung pelayanan PDAM yang dinilainya tidak profesional. Seperti halnya mematikan jaringan air yang tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada masyarakat. Termasuk adanya gangguan kualitas air karena ada perbaikan atau kendala tekhnis.
“Harusnya kalau mau matikan air itu disampaikan dulu biar ada persiapan. Ini yang tidak dilakukan oleh PDAM. Pelanggan itu pak tidak mau tau juga kalau ada keruh air faktor hujan, karena kita tahunya anda ini memproses air. Kenapa bisa jadi kotor begitu,” ujarnya.