Kepala Bappelitbangda Sulsel, Setiawan Aswad saat meminpin rapat di kantornya. (ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Tahun anggaran 2025 baru saja bergulir, namun Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan masih disibukkan dengan pekerjaan rumah lama. Menuntaskan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) kepada sejumlah kabupaten dan kota. Nilainya tak main-main, mencapai angka Rp 2,3 triliun.
Tunggakan ini bukan sekadar angka dalam neraca, melainkan amanah yang menyangkut hak-hak fiskal daerah di tingkat bawah. Di tengah tekanan itu, Pemprov Sulsel memilih langkah hati-hati: membayar secara bertahap sambil merancang efisiensi besar-besaran dalam belanja daerah.
“Dana Bagi Hasil itu hak kabupaten/kota. Nilainya sudah dihitung berdasarkan pendapatan nasional dan harus disalurkan. Pak Gubernur tegas, ini komitmen yang tidak bisa ditawar,” ujar Kepala Bappelitbangda Sulsel, Setiawan Aswad, Sabtu (13/4/2025).
Setiawan memastikan bahwa meski anggaran tahun ini sedang disusun ulang, pos DBH tak akan tersentuh oleh kebijakan pemangkasan. Sebaliknya, pemprov tengah menyusun strategi agar pembayaran dapat dilakukan secara konsisten, meski dengan cara mencicil.
“Iya, kami mulai mencicil dari sumber yang ada, seperti pajak rokok. Komponen lainnya juga kami sesuaikan dengan arus kas dan kemampuan fiskal daerah,” jelasnya.
Untuk 2025, jadwal pembayaran DBH telah dirancang secara menyeluruh bukan hanya untuk tunggakan tahun lalu, tetapi juga untuk hak-hak kabupaten/kota yang jatuh tempo di tahun berjalan. Beberapa daerah masih menunggu pencairan selama 5 hingga 6 bulan terakhir, dan ditargetkan tuntas tahun ini.
Untuk menciptakan ruang fiskal yang cukup, Pemprov tengah memfinalisasi skema efisiensi yang ditaksir bisa menghemat hingga Rp 1,5 triliun. Dana hasil efisiensi ini akan dialihkan ke program prioritas yang lebih berdampak langsung kepada masyarakat.
“Efisiensi ini bukan hanya soal memangkas anggaran, tapi tentang menciptakan ruang fiskal yang lebih rasional. Setelahnya, barulah kami lakukan reorientasi dan realokasi program,” ungkap Setiawan.
Namun langkah penghematan ini bukan tanpa konsekuensi. Setiawan mengakui bahwa seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) akan terkena dampaknya. Salah satu bentuknya adalah pembatasan perjalanan dinas secara menyeluruh.
“Itu juga merupakan instruksi langsung dari Menteri Dalam Negeri,” tutupnya.