Luas Wilayah Administrasi Sulsel Menyusut 6.575 Km², Kok Bisa?

Peta Administrasi Sulawesi Selatan (Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menyusut 6.575 kilometer persegi berdasarkan keputusan terbaru Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tanpa bencana alam, perubahan ini murni terjadi di atas dokumen administratif negara.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2–2138 Tahun 2025, tentang pemutakhiran kode dan data wilayah administrasi pemerintahan serta pulau-pulau Indonesia. Dalam dokumen tersebut, luas Sulsel kini tercatat 45.323.975 km², turun dari sebelumnya 45.330.550 km².
Belum ada penjelasan resmi mengenai titik wilayah mana yang hilang. Namun, Sekretaris Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, menduga penyusutan terjadi akibat perubahan batas wilayah laut atau hilangnya pulau-pulau kecil akibat abrasi dan naiknya permukaan air laut.
“Kalau pulau batas terluar hilang karena air laut naik, maka pengukuran akan bergeser ke pulau terdekat berikutnya. Luas wilayah pasti ikut berubah,” kata Jufri, Rabu (18/6/2025).

BACA JUGA: Data Tak Sinkron, Pemprov Sulsel Tunda Sementara Bantuan Iuran BPJS

Meski dianggap hal teknis, perubahan ini menimbulkan pertanyaan besar di daerah, terutama terkait status pulau-pulau kecil yang menjadi batas terluar dan identitas wilayah. Salah satunya adalah sengketa Pulau Kambing antara Kabupaten Bulukumba dan Kepulauan Selayar, yang hingga kini belum terselesaikan.

BACA JUGA:
Tuntut Gaji Rp8 Miliar, Pemprov Sulsel Tegaskan Abdul Hayat Tak Punya Dasar

Jufri, yang pernah menjabat Kepala Biro Pemerintahan Sulsel, menyebut penyelesaian tapal batas semacam ini tidak bisa diputus di tingkat provinsi. “Persoalan batas itu kompleks. Bukan hanya jarak geografis, tapi juga menyangkut sejarah dan identitas masyarakat setempat,” ujarnya.
Sebagai contoh, ia menyebut Pulau Kalotoa di Selayar yang secara geografis lebih dekat ke Surabaya, Jawa Timur, namun secara administratif tetap milik Sulsel karena pertimbangan historis dan kultural.
Kemendagri sendiri menyatakan bahwa pemutakhiran ini dilakukan demi ketertiban administrasi dan efektivitas perencanaan pembangunan. Namun di daerah, pemutakhiran ini menimbulkan kecemasan, terutama jika tidak disertai penjelasan terbuka kepada publik.
Pemprov Sulsel kini menanti klarifikasi resmi dari pemerintah pusat, bukan hanya soal angka yang berubah, tetapi juga tentang batas pasti wilayah yang sah secara hukum dan konstitusional.
“Ini bukan hanya persoalan koordinat. Ketika sebuah pulau hilang dari peta administratif, itu menyangkut identitas, hak, dan kedaulatan daerah,” tutup Jufri.