Rizal Ramli dan Hasbi Lodang Ingatkan Kandidat Jangan Mudah Percaya Survei

Rizal Ramli dan Hasbi Lodang - Pakar Ekonomi dan Aktifis Pro Demokrasi dan HAM: Ragukan hasil Survey-survey

Mulai tidak percaya survey Pakar ekonomi Rizal Ramli dan Aktifis Pro Demokrasi Hasbi Lodang, menyindir hasil survei dan riset yang dilakukan LSI besutan Denny JA. Dalam hasil surveinya, LSI menyebut pandemi virus corona di Indonesia, 99 persen selesai pada bulan Juni 2020. “Terbukti bohong!” kata Hasbi Lodang.
menitindonesia.com, MAKASSAR – Hasil survei LSI besutan Denny JA terkait virus corona yang dianggap kebohongan besar oleh aktifis pro demokrasi dan penggiat HAM, Hasbi Lodang, juga diamini oleh Pakar Ekonomi dan Ekonom senior, Prof Dr. Rizal Ramli. Ia menilai, hasil survei yang meleset tersebut telah membodohi rakyat.
“Prediksi yang melesetnya sangat akurat seperti survei-survei yang kerap membohongi dan membodohi rakyat dan menina-bobokan pejabat. Wabah survey,, How low can you go?,” kritik Rizal dalam akun Twitter-nya
“Yang bayar surveyor dan minta hasil bagus, percaya dari hasil ‘crooked survey’ itu dan menggunakannya sebagai alat propaganda kepada rakyat. Harus ada etika dan UU yang mengatur survei dan pollster. Kalau ndak, bisa jadi promotor of ‘public lies’,” tulis Rizal.
Sebelumnya, pada April lalu, LSI Denny JA merilis survei bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia akan teratasi pada Juni 2020, asalkan tetap mematuhi protokol pencegahan COVID-19.
LSI melakukan riset dengan mengolah data dari berbagai sumber terkait tren kasus COVID-19 di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Saat itu Denny JA mengatakan, timnya melakukan riset dengan menggunakan beberapa sumber data yang berasal dari Worldometer dan Singapore University of Technology and Design yang terus memperbaharui perkembangan data kasus corona.
Sementara itu, Hasbi Lodang juga jengkel dengan survey-survey yang sudah mulai meresahkan dan menjadi alat propaganda politik elektoral jelang Pilkada serentak. Ia menilai, akurasi dan metode survey sudah tak sesuai dengan standar nilai dan etika ilmu pengetahuan. “Lembaga survey saat ini sudah mengalami misrorientasi, lebih mengutamakan provit, yang penting dapat uang banyak,” katanya.
Lanjut, mantan demonstran Universitas Hasanuddin ini bilang, bahwa  sekarang banyak lembaga survey bermunculan, menawarkan jasa survey dan pendampingan kepada kandidat di Pilkada. Kata Hasbi, bayarannya mencapai ratusan juta, bahkan ada yang dibayar hingga angka milyaran.
“Hasil surveynya disesuaikan dengan harapan yang bayar, padahal ada yang cuma melakukan copy paste hasil survey lembaga lain dan merubah cover sampul dan lay out di slide power point, angka grafiknya dia buat semaunya, yang bisa memancing kandidat agar mau mengeluarkan uang lebih banyak lagi,” ujar Hasbi.
Yang jadi soal, kata Hasbi, banyak kandidat yang gagal paham karena serta merta menerima tawaran survey dengan bayaran mahal tanpa mempelajari latar belakang keilmuan dan metode yang digunakan, apakah sesuai dengan standart ilmu statistik atau tidak.
“Ini bisa dilihat mana surveyor yang punya metode atau tidak, kan calon itu mesti melihat apa latar belakang pengetahuan pimpinan lembaga survey itu, kalau ilmunya politik atau ekonomi jangan diamini, karena soal survey itu pendekatannya ilmu statistik. Jadi kalau ilmunya pertanian disuruh melakukan survey, berarti yang salah kandidatnya,” ujar Hasbi. (ade z)