Notre Dame de Paris

Mantan Anggota DPR RI
Oleh Mubha Kahar Muang
SEPERTI kota-kota penting lainnya di dunia, kota Paris adalah salah satu kota yang sejak lama telah menjadi etalase bagi pencapaian budaya, khususnya sastra, musik, arsitektur sains dan belakangan fashion. Tak hanya itu, kota ini juga melahirkan “trias politica”, pembagian yuridiksi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam penyelenggaraan negara yang merupakan pijakan demokrasi modern.
Hampir semua revolusi penting di dunia dalam abad modern terinspirasi Revolusi Perancis, dan Paris-lah pemantiknya. Dari kota ini dunia mengenal nama-nama penting, seperti Voltaire, Montesqueau, Napoleon, Victor Hugo dan tentu saja Maria Antoinette. Ia dan suaminya, sang raja, menjadi penanda revolusi. Kedudukannya sebagai permaisuri Raja Louis XVI dan ibu dari Louis XVII, membuat Antoinette terseret menemui ajal. Ia dan suaminya dipancung dengan guillotine, pemenggal kepala bagi para terhukum. Alat yang lahir di Paris ini dimaksudkan untuk mengeksekusi semanusiawi mungkin dan menghalangi sakit sebanyak mungkin. Dicipta oleh seorang dokter, Joseph Ignace Guillotin, yang ironisnyanya adalah penentang hukuman mati. Kelak ia mati dengan alat ciptaannya itu.
Landmark Paris, menara Eiffel yang tersohor itu, menawarkan renungan tentang pencapaian dunia konstruksi dan arsitektur. Dengan baja sebagai bahan utama, Eiffel dibangun sebagai penanda Revolusi Perancis. Tinggi menara 300 meter atau 320,75 meter jika menghitung antenanya. Menara Eiffel selesai dibangun pada 1889 untuk memperingati 100 tahun Revolusi Perancis. Didesain oleh Gustave Eiffel bangunan ini memiliki bobot 7.300 ton baja dan tercatat sebagai bangunan tertinggi di dunia sampai tahun 1930 ketika rekor tersebut dikalahkan oleh Chrysler Building di New York City. Keunikan Eiffel yang dapat dicatat ialah apabila terkena angin kencang maka goyangannya bisa sampai 12 cm, dan ketinggiannya bisa berubah sampai 15 cm karena perubahan temperatur.
Selain landmark tersohor itu, Paris juga memperoleh anugerah alam dengan hadirnya Sungai Seine membelah kota. Dengan panjang total 780 km, sungai ini berhulu di tenggara Perancis di wilayah perbukitan kapur pada ketinggian 470 meter di atas permukaan laut. Menurut legenda, nama Seine diambil dari nama seorang dewi penurun air dalam kepercayaan suku bangsa Galia, penduduk asli Perancis. Para ahli purbakala mencatat, Dewi Seine telah hadir dalam kepercayaan bangsa Galia sejak abad ke-5 sebelum masehi.
Dari sungai inilah kota Paris memperoleh denyutnya di sepanjang sejarah. Hal ini setidaknya terlihat dari 36 buah jembatan yang membelahnya. Setiap jembatan memiliki ciri khas tersendiri. Yang paling megah adalah jembatan Alexander III dengan sepuhan keemasan yang berkilau, menghubungkan jalan raya Champs Elysees yang terkenal dengan Les Invalides Plaza. Jembatan Alexander III dibangun pada awal tahun 1900-an untuk memperingati persekutuan kembali Perancis dan Rusia di bawah kekuasaan Kaisar Alexander III. Sejarah mencatat, kurang lebih 100 tahun sebelumnya, Rusia pernah diporakporandakan oleh Napoleon dengan membumihanguskan kota Moskow.
Pada sisi Sungai Seine terdapat Katerdral Notre Dame de Paris. Sebuah katedral yang mulai dibangun pada 1163 di bawah perintah Bishop Maurice de Sully dan baru selesai pada 1335. Disebut-sebut sebagai katedral terbaik dari arsitektur gothik Perancis. Mudah disimpulkan bahwa pembangunan Notre Dame yang memakan waktu hingga hampir 200 tahun, sudah barang tentu melibatkan banyak arsitek. Hal ini ditandai oleh banyaknya ragam corak dan ornamen yang digunakan terutama pada bagian depan barat dan menaranya.
Tak pelak, Katedral Notre Dame de Paris merupakan salah satu simbol pencapaian kebudayaan manusia yang menyatupadukan agama, seni dan tentu saja sejarah serta kisah-kisah pencapaian manusia. Ini pulalah mungkin yang menjadi alasan mengapa Victor Hugo kemudian menulis sebuah novel amat terkenal. Kisah yang ditulis dalam bahasa Perancis dengan judul Notre Dame de Paris kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi The Hunchback of Notre Dame. Victor Hugo sendiri, kabarnya, keberatan dengan judul Inggris bukunya itu, tetapi The Hunchback-lah yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Hingga saat ini sudah difilmkan sebanyak 10 kali untuk versi layar lebar dan 4 kali untuk versi televisi.
The Hunchback of Notre Dame berkisah tentang La Esmeralda seorang gadis gypsy yang amat cantik dan seorang bungkuk dengan kaki bengkok bermata satu, Quasimodo. Quasimodo diasuh sejak bayi oleh seorang pendeta Katedral Notre Dame bernama Claude Frollo. Setelah besar, Quasimodo diberi tugas membunyikan lonceng gereja Notre Dame. Tugas yang membuat lelaki bermata satu itu perlahan-lahan menjadi tuli dan bisu.
La Esmeralda sang gadis gypsy, ke mana-mana selalu ditemani oleh seekor kambing putih bernama Djali. Ia seorang gadis yang amat menarik perhatian. Pendeta Claude Frollo jatuh cinta kepadanya dan tampaknya mau melakukan apa saja untuk dapat merebut hatinya. Demikian juga dengan si bungkuk Quasimodo. Dengan caranya sendiri ia hanya bisa mendamba La Esmeralda. Pada saat yang sama La Esmeralda jatuh cinta kepada seorang kapten bernama Phoebus tetapi tidak memperoleh respon. Sampai kemudian gadis ini bersaksi untuk menyelamatkan seorang penyair bernama Pierre Gringorie dari hukuman gantung, yang juga mendamba cinta La Esmeralda. Kisah ini berpuncak ketika Esmeralda akhirnya juga dituduh melakukan pembunuhan.
Victor Hugo yang lahir sebagai Victor Marie Hugo pada 26 Februari 1802, melalui novel ini, oleh para kritikus dipandang sebagai puncak dari aliran romantisme dalam sastra barat. Bersama dengan karya agung Hugo lainnya, Les Miserables, Notre Dame de Paris dianggap sebagai bukti kebesaran penyair Perancis tersebut. Bahkan ada yang menyebutnya penyair terbesar dunia setelah Shakespeare.
Kisah Si Bungkuk dan La Esmeralda membuktikan kebesaran Hugo. Di puncak cerita, ketika La Esmeralda siap digantung, Si Bungkuk datang berusaha menyelamatkannya. Sebuah tindakan penyelamatan yang gagal. Karena meski Si Bungkuk berhasil membawa Esmeralda hingga ke puncak menara Katedral Notre Dame, Esmeralda menolak penyelamatan itu. Gadis itu juga menolak bantuan Pendeta Claude Frollo. Ia akhirnya dieksekusi.
Dalam lukisan 200.000 kata, novel ini menjadi saksi kisah tragis manusia yang berpusar pada kisah cinta, pengorbanan, kesia-siaan dan kepahlawanan yang bersatu padu.
Suatu saat ketika seorang peneliti bertanya siapa sesungguhnya tokoh utama dalam novel ini, apakah La Esmeralda atau Si Bungkuk Quasimodo? Sang penyair menjawab: Katedral Notre Dame de Paris.
Itulah keagungan Paris. Arsitektur, sejarah, sastra, sains dan manusianya, semua menginspirasi hingga lahir karya-karya budaya yang agung. Cerminan sebuah reproduksi kultural yang terus terjadi menandai eksistensi sebuah kota.
Jakarta, 13 September 2013