Empat yang Membodohi di Era Pandemi

Mantan Anggota Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD)
Ostaf al Mustafa
“PARA hakim telah memahami misteri ini. Jubah warna menyala, bertudung mewah untuk membedung kepala, gedung pengadilan tempat mereka menetapkan vonis semena-mena. Itulah semua august apparel yang paling diperlukan. Jika para dokter tidak mengenakan jas dan para sarjana tidak memiliki topi wisuda bersudut empat yang dilengkapi tali juga tanpa toga, maka mereka tidak akan pernah membodohi dunia. Dunia memang tidak dapat menolak tampilan otentik seperti itu. Hanya orang-orang di medan perang yang tidak menyamar dengan cara ini, karena peran mereka memang lebih penting. Mereka membangun diri mereka sendiri dengan cara yang keras, sedangkan yang lain memamerkan kehormatan diri dengan cara petantang-petenteng.” (Pascal dalam Pensees, lihat: Pierre Bourdieu dan Jean-Claude Passeron, 1990:107).
Pada masa kehidupan Pascal, ada tiga sosok atau juga pekerjaan yang sering membodohi orang-orang di masanya yakni hakim, dokter, dan mereka kaum terpelajar yang mencapai varian kesarjanaan, master, doktor hingga professor. Sebab ia hidup ketika peperangan sedang berkecamuk, maka mereka yang berada di area tempur yang menurutnya paling terpercaya. Bagaimana ketiga sosok itu bisa cepat membodohi? Mereka melakukannya dengan penampilan yang disebut sebagai august apparel. Mungkin saja, itu hanya pernyataan sarkasme dan ironi Blaise Pascal (1623-1662).
Meski manuskrip The Pensées berisi kritik pada hakim, dokter dan sarjana, tapi tulisan Pascal sebenarnya merupakan apologia atau pembelaan agama Kristen yang pertama di jaman modern. Saat itu muncul kaum rasionalis yang tidak percaya keberadaan Tuhan. Di era sekarang, kaum rasionalis tetap ada. Mereka membombardir dengan data dan fakta angka lonjakan penderita atau meninggal karena covid. Mereka tidak mengusulkan agar mendekat pada Tuhan. Tuhan diabaikan dan antivirus dipertuhankan. Sayangnya, kita tak punya Pascal atau minimal menjadi Pascalian Meditations. Frase itu dijadikan Bourdieu sebagai judul salah satu karya besarnya (1997). Kontennya bisa menguliti kedunguan kita yang menjadi kaum super-taat dalam posisi menyerah, rebahan.
Meditasi atau tafakkur ala Pascal makin jarang dilakukan orang Islam, Kristen dan penganut agama/kepercayaan. Mereka tak mengelaborasi diri untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta menghadapi pandemi. Bila pun ada, maka kaum rasionalis segera menyematkan kluster covid pada mereka. Jemaat Islam Nusantara juga tidak menawarkan solusi berbasis historis dari warisan nenek-nenek moyang tentang cara menghadapi pagebluk ini. Mungkin karena pandemi ini tidak berasal dari Arab.
August apparel, frase ini digunakan Pascal untuk menggambarkan busana yang dikenakan hakim dan dokter. Jubah tersebut menggunakan warna simbolik dari alam Prancis. Dengan pakaian kebesaran itu para hakim dan dokter, berusaha menunjukkan bahwa mereka figur-figur yang sangat penting dan harus dimuliakan. Penyebutan itu juga digunakan Pascal untuk menyindir hakim dan dokter, bahwa jika mereka tak mengenakan august apparel, maka sulit ketahuan ketika hendak mengelabui dan menipu kita. Ada juga yang mengutip frase dari Pascal tersebut untuk meningkatkan promosi penghargaan terhadap putusan pengadilan, meski dilakukan hakim yang sewenang-wenang.
Berbeda dengan Pascal yang salut kepada mereka yang berada di arena tempur, justru serdadu yang dikaguminya, kini cuma ditugaskan mengawasi orang makan selama dua puluh menit atau menurunkan baliho. Mereka sosok keempat yang juga ikut di defile pembodohan.
Jakarta, 1 Agustus 2021