Keterangan Saksi Ahli: Kasus NA Tidak Memenuhi Unsur OTT dan Gratifikasi

Pakar hukum pidana UII, Prof Dr Marzuki, SH, MH saat menjadi saksi ahli di PN Makassar. (Foto: ist)

menitindonesia, MAKASSAR – Ahli Hukum Pidana Univeritas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Dr Mudzakir, SH, MH, menyampaikan keterangan ahli atas dugaan kasus suap atau gratifikasi Gubernur Sulsel non aktif Prof Dr Ir HM Nurdin Abdullah, M.Agr (NA), sama sekali tidak memenuhi unsur Operasi Tangkap Tangan (OTT)dan gratifikasi.
“Posisi Pak NA itu tidak termasuk dalam OTT karena tidak ada bukti telah dilakukan tindakan kejahatan saat itu, dan tidak memenuhi unsur OTT,” kata Dr Marzuki dalam sidang lanjutan NA di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (28/10/2021).
Menurutnya, kalau orang mengerti ada yang ingin berbuat jahat wajib dia melaporkan kepada aparat penegak hukum, melakukan tindakan pencegahan agar supaya tidak terjadi kejahatan.
“Kalau itu kejahatan suap dilakukan pencegahan, agar tidak terjadi tindak pidana suap. Contoh jika ada pembunuhan maka itu harus dicegah agar tidak ada korban. Memang kalau dari pembuktian bunuh dulu baru ditangkap, tapi rakyat dirugikan. Sama dengan kasus korupsi, ditunggu dulu, tapi negara dan rakyat dirugikan,” ujarnya.
Lebih lanjut Prof Mudzakir menyesalkan atas adanya OTT di negara ini. Pasalnya, kata dia, ada orang berniat berbuat jahat dan dibiarkan terjadi kejahatan. Harusnya, pihak terkait cukup mengingatkan agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum atau lakukan tindakan preventif.
“Maka saya menentang OTT karena efeknya negatif di masyarakat. Seandainya menangkap 1.000 orang OTT maka negara dirugikan oleh 1.000 orang itu, karena ada orang niat berbuat jahat dibiarkan sehingga terjadi kejahatan,” tegasnya.
Berdasarkan bukti-bukti, Prof Mudzakkir menjelaskan dakwaan untuk terdakwa NA soal gratifikasi, tidak memenuhi syarat. Pasalnya, suap atau gratifikasi salah satu poinnya harus ada deal-deal jabatan atau sesuatu yang mempengaruhi dari pemberian tersebut.
“Kalau dia ngomong jangan kasi saya tapi berikan ke yayasan saja, maka menurut saya itu bukan pidana. Itu sah saja karena itu tidak diterima untuk pribadi atau dirinya, tapi untuk umum. Ketika mendapat dana dari kontraktor, harus tau kontraktor maunya apa, kalau memperoleh keuntungan untuk sosial itu boleh. Itu bagian CSR,” ucapnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum NA, Arman Hanis menyampaikan, sejauh ini dakwaan untuk NA belum memenuhi unsur OTT maupun gratifikasi.
“Sudah dijelaskan apabila tidak diterima langsung, dan si penerima tidak mengetahui, maka yang bertanggung jawab adalah orang itu. Dan diterima untuk masjid maka sama saja itu disumbangkan,” ujar Arman Hanis.
Arman optimis sesuiai fakta persidangan dan penjelasan ahli, kata dia, mirip dengan ilustrasi yang akan disampaikan penasehat hukum NA.
“Semoga hasil dari persidangan terakhir ahli ini bisa meringankan NA. Dan diharapkan seluruh masyarakat bisa terkabul,” pungkasnya. (andi esse)