Pertumbuhan Ekonomi di Maros Mulai Bangkit, Bupati: Karena Aktifitas di Bandara Sudah Pulih Sangat Mendorong Ekonomi Tumbuh

Bupati Maros, HAS Chaidir Syam. (Foto: Ist_Roma)

menitindonesia, MAKASSAR – Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros mulai bangkit setelah terpuruk hingga minus 10,87 persen pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Kini di tahun 2022, ekonomi di Kabupaten Maros mulai bangkit, tumbuh 1,36 persen.
Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), Maros unggul setingkat di atas Kabupaten Luwu Timur dan menempati posisi urut 23 dari 24 Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan.
Daerah yang paling terpuruk pertumbuhannya di masa pandemi, sesuai data BPS, adalah daerah yang memiliki ketergantungan pada sektor industri pengolahan. Misalnya, Maros dengan Industri Semen Bosowa, Pangkep dengan Industri Semen Tonasa dan Luwu Timur dengan industri pengolahan nikel, Vale Indonesia
Bupati Maros, AS Chaidir Syam, konstribusi industri pengolahan sejak krisis akibat pandemi Covid-19, memang turun drastis hingga minus 6,57 persen pada tahun 2020, dan hingga 2021, minus hingga menembus angka 8 persen.
“Setelah industri pengolahan mengalami penurunan drastis, justru pada sektor pertanian memberi harapan, bisa tumbuh hingga 8 persen. Untuk sektor perhubungan dan perdagangan, justru paling kencang bangkit hingga mencapai pertumbuhan 40 persen,” kata Chaidir Syam, melalui keterangannya, Selasa (8/3/2022).
Dia menyebutkan, salah satu faktor pemicu bangkitnya sektor trtansportasi dan pergudangan yang pada Tahun 2020, minus di angka 35 persen, mulai bangkit pada 2021 drastistumbuh ke angka 0,25 persen, karena bandara Sultan Hasanuddin sudah mulai normal dari efek pandemi.
“Aktifitas di Bandara Sultan Hasanuddin yang sudah mulai pulih dari pandemi sangat memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi di sektor perhubungan, jasa dan pergudangan,” ujar Chaidir.
Dari sisi nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), lanjut mantan Ketua DPRD Maros itu, naik dari Rp18,62 triliun menjadi Rp19 triliun.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah (Bapelitbangda), Muhammasd Najib, mengklaim pertumbuhan ekonomi tidak bisa menjadi dasar untuk mengukur kinerja pemerintahan.
“Jadi harus banyak aspek yang kita lihat. Ini kan secara makro dan banyak variabel yang harus kita lihat. Seperti angka kemiskinan, gini ratio, pengangguran, dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia),” ujarnya.
Dia mengungkapkan, kinerja pemerintahan di kabupaten Maros, tidak berbanding lurus dengan capaian pertumbuhan ekonomi. Misala, ungkap Najib, pemerintah Kabupaten Maros, berhasil menurunkan angka kemiskinan. Tahun 2019, kata dia, angka kemiskinan di Maros masih berkisar 10 persen, turun menjadi 9,7 persen pada 2020 dan turun lagi menjadi 9,57 persen pada 2021.
Menurut Najib, secara ratio juga turun dari tahun 2020 yang angkanya mencapai 0,368 turun menjadi 0,365. Padahal, ungkapnya, kondisinya masih dalam pandemi, sehingga kinerja pemerintah bisa diukur pada capaian IPM.
Soal IPM, lanjut Najib, pada 2020 Maros masih di angka 69,86 atau masih dalam kategori sedang. Tahun 2021, naik menjadi 70,40 poin dan diklaim telah masuk dalam kategori tinggi.
“BPS mencatat, IPM nasional Indonesia pada 2021 adalah 72,29. Nah ini secara makro semua harus kita lihat untuk mengukur apakah pemerintahan kita bekerja atau tidak. Kita lihat walau pandemi, Pemda sudah berhasil meningkatkan beberapa sektor,” pungkas Najib. (asrul nurdin)