menitindonesia, MAKASSAR – Berawal dari diskusi singkat dengan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Sulawesi Selatan, H Ni’matullah Rahim Bone (Ulla), di kantor DPRD Sulsel, suatu waktu. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Periode 2020-2021, Andi Yahyatullah Muzakkir, mengaku menemukan inspirasi: betapa generasi seusianya, adalah asset berharga bangsa ini.
Yaya, begitu dia dipanggil, mengaku, kali ini, ia menemukan politisi yang memiliki gagasan cemerlang terhadap masa depan. Ia tertarik dengan gagassan Ulla: mendorong generasi milenial. Ulla menganggap peran anak muda amatlah penting bagi masa depan negeri ini.
Sebelumnya, Yaya juga mengaku tidak pernah tertarik berpolitik apalagi jadi pengurus partai. Bahkan, ia menganggap politik bukanlah tempat yang tepat menjadi sebaik-baik mahluk yang bermanfaat.
Dia bilang, dirinya mengenal banyak politisi. Yaya kadang hadir dalam diskusi yang menghadirkan narasumber berlatar belakang politik. Ia pun mengaku, hanya menyaksikan pikiran kosong, tanpa narasi yang meyakinkan, semata hanya punya modal dan model yang dibuat-buat,
“Tadinya, saya berpikir, di Partai Politik itu banyak penjahat yang dimodel seolah-olah orang baik. Pikiran yang dilontarkan tidak berisi, tidak berbanding lurus dengan rekam jejaknya. Bicara integritas tapi kelakuannya mirip-mirip preman garong,” kata Andi Ayatullah, saat ngobrol santai dengan insan pers di Kantor Demokrat Sulsel, Panakukang, Makassar, Jumat (27/5/2022).
Dia menambahkan, setelah berdiskusi panjang dengan Ulla, dia pun mulai menelusuri rekam jejak Presidium KAHMI Sulsel itu. Menurutnya, Ulla bukan hanya seorang aktivis di zaman dia mahasiswa, tapi dia menemukan sosok pemimpin yang hadir dengan gagasan dan ide-ide yang menginspirasi orang banyak.
“Sejak itu, saya terus mendatanginya dan ingin menjadi kadernya. Saya ingin berjuang bersama Partai Demokrat karena tertarik dua sosok yang sangat menginspirasi, Pak Ulla dan Mas AHY. Di sinilah kita bisa menemukan pemihakan yang jelas kepada generasi milenial,” ujarnya.
Soal generasi milenial sebagai asset bangsa, menurut Yaya generasi milenial adalah orang yang lahir di rentang tahun 1982-2000. Adapun setelahnya merupakan generasi post-millenials.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, ungkapnya, jumlah generasi milenial mencapai 69,38 juta jiwa atau sekitar 25,87% dari populasi Indonesia. Sementara untuk generasi Z mencapai 74,93 juta jiwa atau sekitar 27,94% dari total penduduk Indonesia.
“Besarnya jumlah populasi generasi milenial dan generasi Z ini sungguh sangat penting mengingat peran strategis mereka sebagai penerus pembangunan bangsa Indonesia,” ujar Yaya.
Dalam dunia “politik praktis” maupun “politik etis”, lanjut Yaya, generasi milenial dan juga generasi post-milenials, akhir-akhir ini sudah mulai menunjukkan peran dan kontribusi yang cukup menonjol.
“Di usia yang terbilang muda, saya harus berani terjun ke dunia politik, yang kata orang selama ini politik itu kejam. Tapi di sini saya menemukan, politik itu tidak kejam. Justru sebaliknya, Pak Ulla mengajarkan kami kesabaran, santun dan memelihara akal sehat. Caranya hindari berdebat dengan monyet!” pungkasnya. (roma)