Kondisi pembakaran aktivitas PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNAI) di Bantaeng, di malam hari.
menitindonesia, BANTAENG — Kehadiran PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNAI) di Bantaeng, menuai sorotan.
Sorotan tersebut dari masyarakat Bantaeng dan Ketua Badko HMI Sulselbar bidang pertambangan energi migas dan minerba.
PT. HNAI berdiri di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) dan merupakan salah satu dari Proyek Strategis Nasional berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Perizinan Lingkungan berdasarkan AMDAL yang dimiliki PT. HNAI diberikan Pemerintah Provinsi dalam hal ini PTSP Provinsi Sulawesi Selatan setelah melalui proses pengujian dokumen AMDAL tahun 2015 dan Addendum ANDAL RKL-RPL Tahun 2019.
Saat ini, keberadaan PT. HNAI sangat memperihatinkan terkait pencemaran lingkungan karena polusi udara yang ditimbulkan dari hasil pembakaran sangat terasa ketika melewati jalan poros Bantaeng Bulukumba tepatnya di depan jalan masuk area PT. HNAI.
Bahkan sangat berdampak kepada masyarakat yang berada di sekitaran area PT HNAI.
Diharapkan kehadiran PT HNAI di kabupaten Bantaeng ini memberikan kenyamanan bagi warga Bantaeng, justru menyiksa masyarakat dengan polusi udara yang di timbulkan dari kegiatan pembakaran di perusahaan tersebut.
Ketua Badko HMI Sulselbar bidang Pertambangan Energi Migas Dan Minerba, Rahmat Hidayat, mengungkapkan aktivitas produksi di KIBA Bantaeng sangat berpotensi merusak lingkungan serta menggangu kesehatan masyarakat sekitar.
Rahmat berujar, Badko HMI Sulselbar telah melakukan pengecekan langsung di KIBA Bantaeng, dan menemukan sejumlah persoalan.
“Pertama soal lokasinya yang berada di dataran rendah, ditambah lagi cerobong asap sangat rendah. Sehingga polusi dari pembakaran smelter itu sangat berpotensi mengkontaminasi penduduk sekitar,” ujar Rahmat.
“Kalau kita berkaca di industri-industri negara maju, lokasi industri itu selalu berada di dataran tinggi seharusnya memang idealnya seperti itu atau cerobong asapnya ditinggikan supaya tidak terdampak langsung ke pemukiman warga sekitar,” sambungnya.
Lanjut Rahmat, asap dari pembakaran nikel itu beracun, karena pembakaran berbahan baku batu bara, kemudian dicampur sulvur untuk memisahkan nikel dari material lainnya.
“Ini zatnya sangat berbahaya jika terhirup masyarakat. Insya Allah minggu depan Badko HMI Sulselbar bidang pertambangan energi migas dan minerba akan mendatangi kantor Gakkum KLHK provinsi Sulawesi Selatan untuk melaporkan secara resmi terkait pencemaran udara yang ada di PT HNAI bahkan akan meneruskan laporan ke Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia untuk turun melihat dan merasakan lansung terkait polusi udara yang di timbulkan dari proses pembakaran di PT HNAI Bantaeng,” tandasnya. (*)